JAKARTA. Pasar keuangan diwarnai tekanan bagi nilai tukar Rupiah yang kembali melemah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan hari Selasa (26/8/2025).
Berdasarkan data dari Bloomberg, Rupiah di pasar spot tercatat ditutup di posisi Rp16.299 per Dolar AS, menunjukkan pelemahan sebesar 0,25%. Angka ini menanjak dari level penutupan sehari sebelumnya yang berada di Rp16.259 per Dolar AS.

Pelemahan ini tidak hanya menimpa Rupiah, melainkan juga menyeret sejumlah mata uang Asia lainnya ke zona merah. Peso Filipina dan Won Korea Selatan menjadi pemimpin pelemahan, keduanya turun sekitar 0,5% terhadap Dolar AS. Sementara itu, Ringgit Malaysia, Rupee India, dan Rupiah sendiri tercatat kompak terkoreksi lebih dari 0,2%, memperlihatkan sentimen pasar yang seragam di kawasan ini.
Gejolak di pasar keuangan global sebagian besar dipicu oleh langkah mengejutkan Presiden AS Donald Trump yang secara mendadak memecat salah satu pejabat tinggi The Fed, Lisa Cook. Pemecatan ini didasarkan pada dugaan penyimpangan hipotek. Keputusan yang tidak biasa ini sontak memicu kekhawatiran serius di kalangan investor mengenai independensi bank sentral AS, The Fed, dan potensinya terhadap arah kebijakan moneter ke depan. Reaksi pasar terlihat jelas ketika indeks Dolar AS sempat mengalami penurunan 0,2%, meski sehari sebelumnya baru saja melonjak 0,7%.
Christopher Wong, seorang analis valas dari OCBC, menyoroti bahwa pelemahan Dolar AS ini mencerminkan meningkatnya keresahan di pasar. Keresahan tersebut berasal dari spekulasi bahwa perombakan di jajaran The Fed berpotensi membuka jalan bagi kebijakan moneter yang lebih dovish atau cenderung melonggarkan.
Wong menambahkan proyeksi ke depan, “Namun, dalam beberapa pekan ke depan, jika kekhawatiran akan perlambatan ekonomi terbukti berlebihan dan pasar mendapatkan kejelasan yang lebih pasti mengenai panduan pemangkasan suku bunga The Fed, Dolar AS berpotensi kembali melemah. Kondisi ini tentunya akan membuka peluang emas bagi sejumlah mata uang Asia, seperti Won dan Ringgit, untuk mengalami penguatan.”
Di tengah dinamika ini, perhatian investor pada hari ini tertuju pada beberapa data ekonomi penting dari AS. Mereka dengan cermat menanti rilis data Consumer Confidence dari Conference Board serta pesanan barang tahan lama (durable goods orders) untuk bulan Juli.
Sementara itu, data inflasi yang menjadi pilihan utama The Fed, yaitu indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), dijadwalkan baru akan dirilis pada Jumat mendatang. Data ini akan menjadi barometer penting dalam menentukan arah kebijakan moneter AS selanjutnya.
Tidak hanya dari AS, sentimen pasar keuangan juga akan dipengaruhi oleh keputusan bank sentral di tingkat regional. Pekan ini, Bank of Korea (BoK) dan Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) dijadwalkan akan mengumumkan keputusan suku bunga acuan mereka. Konsensus para ekonom memperkirakan bahwa Korea Selatan kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga acuannya, sementara Filipina diproyeksikan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, sebuah langkah yang dapat memengaruhi pergerakan Peso.
Langkah Filipina ini akan mengikuti tren pelonggaran kebijakan moneter yang telah dilakukan oleh sejumlah bank sentral Asia lainnya. Bank Indonesia (BI) pekan lalu sempat mengejutkan pasar dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, bahkan memberi sinyal potensi pemangkasan lebih lanjut. Selain itu, Bank of Thailand (BoT) juga telah menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin, sementara Reserve Bank of India (RBI) memilih untuk menahan suku bunga setelah sebelumnya melakukan pemangkasan 50 basis poin pada bulan Juni lalu. Berbagai langkah kebijakan moneter ini menunjukkan beragam respons terhadap tantangan ekonomi global.
Ringkasan
Pada hari Selasa, Rupiah melemah terhadap Dolar AS, ditutup pada Rp16.299 per Dolar AS atau turun 0,25%. Pelemahan ini juga terjadi pada mata uang Asia lainnya seperti Peso Filipina dan Won Korea Selatan. Gejolak pasar dipicu oleh pemecatan pejabat The Fed oleh Presiden AS, yang menimbulkan kekhawatiran tentang independensi bank sentral.
Analis memprediksi potensi pelemahan Dolar AS jika kekhawatiran perlambatan ekonomi terbukti berlebihan dan ada kejelasan mengenai pemangkasan suku bunga The Fed. Investor kini menantikan data ekonomi penting dari AS, termasuk Consumer Confidence dan pesanan barang tahan lama. Selain itu, keputusan suku bunga dari Bank of Korea dan Bangko Sentral ng Pilipinas juga akan mempengaruhi sentimen pasar.