
Muamalat.co.id – JAKARTA. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), anak usaha PT Astra International Tbk (ASII), diproyeksikan tetap mencatatkan pertumbuhan kinerja hingga akhir tahun 2025. Hal ini didorong terutama oleh harga crude palm oil (CPO) yang masih berada di level tinggi.
Berdasarkan data Trading Economics per Senin (25/8), harga CPO tercatat sebesar MYR 4.517 per ton, meningkat 1,64% secara year to date (YTD). Kenaikan harga CPO ini berdampak positif pada kinerja AALI. Pada semester I 2025, AALI membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 14,44 triliun, meningkat signifikan sebesar 40,07% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Rp 10,31 triliun). Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan juga mengalami peningkatan yang cukup pesat, mencapai Rp 702,12 miliar, atau naik 40,13% dari Rp 501,04 miliar di semester I 2024.
Lebih lanjut, produksi AALI pada semester I 2025 juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Perseroan mencatatkan produksi tandan buah segar (TBS) sebesar 1,49 juta ton, produksi CPO sebanyak 601 ribu ton, dan produksi palm kernel (PK) sebanyak 125 ribu ton.
Peningkatan kinerja AALI ini mendapat sorotan dari para analis. Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, menilai bahwa permintaan CPO yang stabil dari pasar domestik dan internasional menjadi salah satu faktor pendorong utama. Ia menambahkan, “Dengan adanya penerapan B50 nanti, akan semakin memberikan dampak positif lagi. (Peningkatan kinerja) bisa berlanjut di semester II.” Senada dengan Nafan, Kiswoyo Adi Joe, Direktur PT Rumah Para Pedagang, menyatakan bahwa kenaikan kinerja AALI didorong kuat oleh harga CPO yang tinggi, dan memperkirakan average selling price (ASP) AALI akan tetap baik seiring tren harga CPO global saat ini.
Prospek dan Rekomendasi Saham AALI
Kiswoyo memprediksi harga CPO global akan tetap berada di atas MYR 4.000 per ton hingga akhir tahun 2025, menjadi sentimen positif bagi kinerja AALI. Permintaan yang stabil dari India dan China juga turut mendukung prospek positif ini.
Namun, AALI masih menghadapi tantangan berupa kebijakan pemerintah terkait penertiban kawasan hutan. Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 berpotensi menekan produksi. Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR menyampaikan bahwa pemerintah telah menguasai kembali 3,1 juta hektare lahan sawit yang melanggar aturan, namun masih terdapat 0,6 juta hektare lahan bermasalah yang belum dikembalikan.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025, terdapat 436 perusahaan perkebunan sawit yang memiliki kebun tanpa izin di dalam kawasan hutan, termasuk beberapa anak usaha AALI. Diantaranya, PT Ekadura Indonesia (Riau, 232 ha diajukan, 101 ha berproses, 131 ha ditolak), PT Sari Lembah Subur (Riau, 202 ha diajukan, 183 ha berproses, 19 ha ditolak), PT Sawit Asahan Indah (Riau, 362 ha diajukan, 358 ha berproses, 4 ha ditolak), PT Surya Indah Nusantara Pagi (Kalimantan Tengah, 1.855 ha diajukan, 1.742 ha berproses, 113 ha ditolak), dan PT Tunggal Perkasa Plantation (Riau, 1.280 ha diajukan, 706 ha berproses, 574 ha ditolak). Belum ada keterangan resmi dari AALI terkait dampaknya terhadap produksi.
Nafan melihat hal ini sebagai potensi penghambat kinerja produksi AALI, apalagi perusahaan masih melakukan replanting pohon sawit yang tidak produktif. Namun, ia optimistis replanting ini akan memenuhi kebutuhan permintaan CPO ke depan.
Secara YTD, saham AALI telah naik 21,37%. Rasio price to earning ratio (PER) AALI sebesar 10,31x dan price to book value (PBV) 0,63x. Nafan menilai saham AALI overvalued dan merekomendasikan sell on strength. Sebaliknya, Kiswoyo menilai valuasi saham AALI masih menarik, namun menekankan pentingnya penyelesaian masalah lahan agar tidak berdampak negatif pada produksi. Ia merekomendasikan beli saham AALI dengan target harga Rp 12.000 per saham hingga tahun 2026.
Ringkasan
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) diproyeksikan tumbuh hingga 2025, didorong harga CPO yang tinggi. Pada semester I 2025, AALI membukukan pendapatan bersih Rp 14,44 triliun dan laba bersih Rp 702,12 miliar, meningkat signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Produksi TBS, CPO, dan PK juga meningkat pesat. Analis menilai permintaan CPO yang stabil dari pasar domestik dan internasional serta implementasi B50 sebagai faktor pendukung.
Meskipun prospek positif, AALI menghadapi tantangan penertiban kawasan hutan. Potensi penurunan produksi akibat kebijakan pemerintah terkait lahan sawit ilegal menjadi risiko. Analis memiliki pandangan berbeda terkait rekomendasi saham AALI; satu merekomendasikan sell on strength karena valuasi yang tinggi, sementara yang lain merekomendasikan beli dengan target harga Rp 12.000 per saham hingga 2026, dengan catatan masalah lahan segera terselesaikan.