Muamalat.co.id , JAKARTA — Di tengah reli pasar saham domestik, analis memproyeksikan prospek serapan pasar terhadap obligasi korporasi anyar tetap solid pada 2026.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini berada dalam fase bullish. Sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YtD) 2025, IHSG telah menguat 22,33% ke level 8.660,5 pada penutupan perdagangan Jumat (12/12/2025).
Aliran dana asing ke pasar saham Tanah Air juga tercatat deras. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), net buy asing di pasar saham Indonesia pada November 2025 mencapai Rp12,20 triliun.
: Investasi Terbaik 2026: Adu Cuan Harga Emas vs Prospek Saham-Obligasi
Meski demikian, Portfolio Manager/Analyst Batavia Prosperindo Aset Manajemen Putri Nur Astiwi menilai permintaan pasar terhadap obligasi korporasi masih akan cenderung positif pada tahun depan.
Secara historis, menurut dia, investor obligasi korporasi cenderung tidak berpindah instrumen investasi secara cepat.
: : Peluang Penerbitan Obligasi Korporasi di 2026 Kian Positif
“Meskipun IHSG tengah bullish, permintaan obligasi korporasi tetap kuat, terutama dari investor institusi domestik seperti asuransi dan dana pensiun yang memiliki mandat berpendapatan tetap. Segmen ini umumnya tidak berpindah besar-besaran ke saham meskipun pasar saham rally,” katanya, dikutip Minggu (14/12/2025).
Minat investor institusional tersebut juga ditopang karakter obligasi yang relatif stabil dan menawarkan risiko volatilitas yang lebih rendah dibanding saham. Dengan demikian, daya serap pasar obligasi korporasi diperkirakan tetap solid pada 2026.
: : Kepemilikan Asing di Obligasi Indonesia Anjlok ke Titik Terendah Dua Dekade
Putri memproyeksikan peluang penerbitan obligasi korporasi pada 2026 dapat mencapai Rp170 triliun. Target tersebut sejalan dengan proyeksi Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) untuk periode yang sama. Dari total tersebut, kebutuhan refinancing diperkirakan akan mendominasi penerbitan obligasi anyar pada 2026.
Dia menambahkan, realisasi penerbitan berpotensi lebih besar apabila sentimen kredit membaik dan korporasi mulai meningkatkan belanja modal (capital expenditure/capex) pada 2026.
“Sebaliknya, jika kondisi ekonomi masih berhati-hati atau penuh tantangan, realisasinya wajar bila lebih rendah dari 2025,” tuturnya.
Pandangan serupa disampaikan Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin. Dia menilai peluang penyerapan pasar terhadap obligasi korporasi baru masih akan solid pada 2026. Di tengah tren suku bunga yang rendah, terdapat peluang transisi investor dari obligasi pemerintah ke surat utang korporasi yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi.
Menurut Ahmad, kecil kemungkinan investor surat utang akan berpindah ke instrumen yang lebih berisiko dalam waktu dekat. Pasalnya, obligasi tetap menawarkan kepastian bagi investor konservatif.
“Saya kira ada beberapa investor mungkin akan switch untuk mengejar return dari pasar surat utang pemerintah ke pasar obligasi, terutama investor yang agak konservatif,” katanya, Minggu (14/12/2025).
Dengan kondisi tersebut, Ahmad memprediksi peluang penerbitan obligasi korporasi pada tahun depan masih terbuka lebar, terutama didorong oleh besarnya nilai surat utang yang jatuh tempo.
Berdasarkan perhitungan Pefindo, terdapat surat utang korporasi jatuh tempo senilai Rp156,35 triliun pada 2026. Faktor ini diperkirakan akan turut mendorong kebutuhan penerbitan obligasi baru.
“Kalau dilihat memang peluang untuk penerbitan di tahun depan itu masih terbuka cukup besar. Sebenarnya dari sisi suku bunga yang turun dan faktor lainnya itu dari kebutuhan refinancing,” katanya.
Adapun, Pefindo memperkirakan penerbitan surat utang korporasi baru pada 2026 akan berada dalam kisaran Rp154,00 triliun hingga Rp196,86 triliun, dengan nilai tengah sekitar Rp175,77 triliun.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.