KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja emiten-emiten di bawah payung Grup Djarum menunjukkan dinamika bervariasi sepanjang semester I 2025. Meskipun demikian, prospek sejumlah entitas milik Hartono bersaudara ini diprediksi tetap cerah di semester II 2025, didorong oleh potensi peningkatan permintaan menara telekomunikasi serta dukungan kebijakan moneter dan kesehatan dari pemerintah.
Salah satu pilar utama Grup Djarum, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), berhasil membukukan laba bersih impresif sebesar Rp 29,01 triliun pada semester I 2025, melonjak 8% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan Rp 26,87 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Kinerja positif ini juga tercermin dari pertumbuhan kredit BCA sebesar 12,81% YoY, mencapai Rp 947,85 triliun dari semula Rp 840,15 triliun. Penopang utama kinerja ini adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat 5,7% YoY menjadi Rp 1.190 triliun, dengan dana murah (giro dan tabungan) yang berkontribusi signifikan, yakni sekitar 82,5% dari total DPK atau senilai Rp 982 triliun, tumbuh 7,3% YoY.
Sementara itu, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), emiten yang bergerak di sektor menara telekomunikasi, juga menunjukkan performa solid. Pendapatan perseroan tumbuh 3,91% YoY mencapai Rp 6,39 triliun. Sejalan dengan itu, laba bersih TOWR ikut meningkat 2,93% YoY, dari Rp 1,6 triliun menjadi Rp 1,65 triliun.
Berbalik arah dari kinerja positif sebelumnya, PT Global Digital Niaga Tbk (BELI), yang dikenal melalui platform Blibli Tiket, justru mencatat kerugian yang membengkak pada semester I 2025. Kerugian BELI mencapai Rp 1,25 triliun, lebih besar dibandingkan rugi Rp 1,19 triliun pada semester I 2024. Pembengkakan rugi ini terutama disebabkan oleh tingginya biaya diskon dan promosi langsung yang menembus angka Rp 1,7 triliun, serta lonjakan beban pokok pendapatan sebesar 24,06% YoY menjadi Rp 7,82 triliun.
Meski demikian, BELI masih berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan yang signifikan sebesar 22,2% YoY, mencapai Rp 9,5 triliun dari Rp 7,8 triliun pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didorong oleh kontribusi kuat dari segmen ritel online (Rp 4,2 triliun), toko fisik (Rp 3,4 triliun), dan institusi (Rp 3,4 triliun). Menanggapi kondisi tersebut, CEO sekaligus Co-founder BELI, Kusumo Martanto, menyatakan bahwa perusahaan terus beradaptasi dengan situasi konsumen di tengah tantangan ekonomi. “Meskipun belanja diskresioner menurun, kami tetap teguh berkomitmen terhadap disiplin operasional dan eksekusi strategis,” tegas Kusumo dalam keterangan resminya, Kamis (31/7/2025). Ke depan, fokus BELI akan diarahkan pada peningkatan keberlanjutan dan inovasi, termasuk memperdalam kemitraan, menyempurnakan pengalaman layanan, serta memanfaatkan data untuk memahami dan memenuhi kebutuhan konsumen.
Kontras dengan BELI, PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) justru menunjukkan kinerja yang menarik dengan pertumbuhan laba bersih yang impresif. Laba bersih SUPR melesat 32,86% YoY, mencapai Rp 630,43 miliar dari Rp 474,51 miliar. Kendati demikian, pendapatan SUPR mengalami sedikit penurunan tipis, dari Rp 918,29 miliar menjadi Rp 911,54 miliar.
Di sektor ritel modern, PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) berhasil mencetak pembalikan kinerja yang signifikan. Setelah merugi Rp 35,89 miliar pada semester I 2025, RANC sukses membukukan laba sebesar Rp 60,06 miliar di akhir Juni 2025. Pencapaian ini selaras dengan kenaikan pendapatan perseroan, dari Rp 1,43 triliun menjadi Rp 1,45 triliun.
Beralih ke sektor kesehatan, PT Medialoka Hermina Tbk (HEAL) melaporkan adanya penurunan laba sebesar 35,65% YoY, dari Rp 441,86 miliar menjadi Rp 284,30 miliar. Namun, pendapatan HEAL masih menunjukkan pertumbuhan tipis 1,32% YoY, mencapai Rp 3,38 triliun dari Rp 3,34 triliun pada tahun sebelumnya. Secara lebih rinci, pendapatan dari segmen rawat inap sedikit menurun dari Rp 2,04 triliun menjadi Rp 2,01 triliun, sementara pendapatan rawat jalan naik tipis dari Rp 3,25 triliun menjadi Rp 3,26 triliun. Total pendapatan HEAL per Juni 2024 tercatat sebesar Rp 3,38 triliun, naik dari Rp 3,34 triliun.
Menganalisis performa emiten Grup Djarum, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menyoroti variasi kinerja pada paruh pertama tahun 2025. Untuk BBCA, meski mencatatkan kenaikan laba bersih dan pendapatan, pertumbuhan laba bank swasta terbesar di Indonesia ini dinilai sedikit melambat. Secara fundamental, BBCA masih memiliki fondasi kuat, ditopang oleh kenaikan net interest margin (NIM) atau margin bunga bersih ke level 5,78% serta kemampuannya menjaga kualitas kredit. Ketersediaan dana murah yang melimpah juga menjadi penopang utama kinerja keuangan bank. “Namun, perlu dicermati prospek suku bunga acuan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” terang Indy. Senada, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menambahkan bahwa kinerja BBCA di masa depan berpotensi terpicu oleh pertumbuhan permintaan kredit, menyusul kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia.
Di sektor infrastruktur telekomunikasi, Indy Naila melihat TOWR masih mempertahankan pertumbuhan laba bersih yang positif, seiring dengan ekspansi agresif di bisnis menara telekomunikasi. Secara operasional, perusahaan ini dinilai cukup stabil, meskipun perlu diwaspadai peningkatan beban operasional dan beban bunga yang berkelanjutan. Permintaan terhadap menara telekomunikasi diperkirakan akan menjadi pendorong utama prospek kinerja TOWR di periode mendatang.
Untuk HEAL di sektor layanan kesehatan, Indy menilai kinerja perusahaan masih menghadapi tantangan, ditandai dengan perlambatan laba usaha dan penurunan laba bersih. Meskipun demikian, total aset HEAL justru menunjukkan pertumbuhan, terutama didorong oleh akuisisi saham yang dilakukan oleh Grup Djarum. Perlu diketahui, Grup Djarum telah mengakuisisi 559,18 juta lembar saham HEAL pada 25 Juni 2025 dengan harga Rp 1.875 per saham, angka yang lebih tinggi dari rata-rata harga pasar saat itu sebesar Rp 1.375 per saham.
Jangka panjang, permintaan layanan kesehatan dipandang Indy tetap sangat menjanjikan, menjadi sentimen positif yang kuat bagi prospek pertumbuhan HEAL. Sentimen ini diperkuat oleh Nafan Aji Gusta yang menyoroti rencana Presiden Prabowo Subianto dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2026 untuk menaikkan anggaran kesehatan menjadi Rp 244 triliun, meningkat signifikan dari Rp 210,6 triliun pada tahun ini. Kebijakan ini akan sangat menguntungkan, terutama bagi rumah sakit dengan eksposur tinggi terhadap pasien BPJS. Nafan juga menambahkan bahwa tren gaya hidup sehat masyarakat, yang kini tidak hanya fokus pada aspek kuratif tetapi juga preventif, turut menjadi pendorong positif bagi industri kesehatan.
Mengacu pada analisis tersebut, Indy Naila merekomendasikan untuk memantau saham HEAL dengan target harga di kisaran Rp 1.775 per saham. Ia juga menyarankan rekomendasi buy untuk saham BBCA dengan target jangka panjang Rp 9.000 per saham. Sementara itu, Nafan Aji Gusta lebih optimistis dengan merekomendasikan accumulative buy untuk saham BBCA dengan target harga yang lebih tinggi, yakni Rp 12.325 per saham, serta menyarankan penambahan porsi kepemilikan saham HEAL pada level Rp 1.775 per saham.
Ringkasan
Emiten-emiten Grup Djarum menunjukkan kinerja beragam pada semester I 2025. BBCA dan TOWR mencatatkan pertumbuhan positif, sementara BELI mengalami kerugian yang membengkak. RANC berhasil membalikkan kerugian menjadi laba, sedangkan HEAL mengalami penurunan laba meski pendapatan sedikit meningkat.
Analis merekomendasikan untuk memantau saham HEAL dengan target harga Rp 1.775 per saham. Rekomendasi buy diberikan untuk saham BBCA, dengan target harga bervariasi antara Rp 9.000 hingga Rp 12.325 per saham, didorong oleh fundamental yang kuat dan potensi pemangkasan suku bunga acuan. Kinerja TOWR diprediksi didukung oleh permintaan menara telekomunikasi yang berkelanjutan.