CEO Badan Pengelola Dana Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani, mengungkapkan proyek pembangunan fasilitas Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik atau PSEL diproyeksikan memakan waktu konstruksi selama dua tahun. Estimasi ini belum termasuk tahapan krusial seperti persiapan administrasi, pembahasan regulasi, serta pembebasan dan penyiapan lahan di tujuh lokasi prioritas yang telah ditetapkan. Lokasi-lokasi tersebut meliputi Bali, Yogyakarta, Bogor Raya, Tangerang Raya, Semarang, Bekasi Raya, dan Medan.
Rosan menambahkan, “Target groundbreaking adalah Maret 2026,” saat konferensi pers usai Rapat Koordinasi Terbatas PSEL di Kantor Kemenko Pangan di Jakarta, pada Jumat, 24 Oktober. Namun, realisasi target ini sangat bergantung pada kesiapan masing-masing daerah dalam memenuhi persyaratan yang ada, menandakan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat inisiatif vital ini.
Proses tender untuk ketujuh proyek pengelolaan sampah menjadi energi listrik ini telah berjalan aktif, menarik minat luar biasa dari berbagai pihak. Tercatat ada 204 perusahaan yang menyatakan ketertarikan untuk menjadi mitra dalam proyek strategis ini, dengan Danantara berperan sebagai pemegang saham utama. Dari total perusahaan tersebut, 66 di antaranya berasal dari luar negeri, menunjukkan daya tarik internasional terhadap potensi investasi PSEL di Indonesia. Rosan belum merinci asal negara-negara perusahaan asing tersebut, namun antusiasme ini menegaskan prospek cerah pengembangan energi terbarukan berbasis sampah.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menjelaskan bahwa ketujuh lokasi tersebut merupakan hasil seleksi ketat dari total 34 pilihan awal. Kementerian telah melakukan uji kelayakan menyeluruh di setiap lokasi terpilih. “Sedang jalan. Semuanya memakai studi kelayakan, pengambilan sampel tanah, kedalaman tanah yang stabil, semua detail,” ujar Hanif di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, pada kesempatan yang sama. Studi mendalam ini memastikan bahwa setiap lokasi memenuhi standar teknis dan lingkungan yang ketat.
Hanif juga menambahkan bahwa tidak semua kabupaten/kota secara inheren cocok untuk pembangunan fasilitas PSEL. Apabila suatu daerah tidak memenuhi kriteria kelayakan, maka akan dipertimbangkan metodologi lain seperti waste to fuel atau pendekatan alternatif lainnya untuk pengelolaan limbah yang lebih sesuai. Kriteria kelayakan utama antara lain kesanggupan daerah atau aglomerasi menghasilkan 1.500 hingga 2.000 ton sampah per hari, serta ketersediaan lahan dan pasokan air yang memadai untuk operasional fasilitas.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan harapannya agar jumlah lokasi pengolahan sampah menjadi energi listrik dapat diperluas secara signifikan. Ia berharap target bisa meningkat dari tujuh lokasi saat ini menjadi seluruh 34 pilihan awal, mencerminkan ambisi pemerintah untuk menghadirkan solusi sampah menjadi energi di lebih banyak wilayah di Indonesia, sekaligus mengatasi masalah lingkungan dan kebutuhan energi secara bersamaan.
Ringkasan
Proyek Pengelolaan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) Danantara menargetkan groundbreaking pada Maret 2026 setelah melalui tahapan administrasi, regulasi, pembebasan lahan di tujuh lokasi prioritas: Bali, Yogyakarta, Bogor Raya, Tangerang Raya, Semarang, Bekasi Raya, dan Medan. Proses tender telah menarik minat 204 perusahaan, termasuk 66 dari luar negeri, yang menunjukkan antusiasme tinggi terhadap investasi PSEL di Indonesia.
Lokasi proyek dipilih berdasarkan studi kelayakan yang ketat, memastikan kesesuaian teknis dan lingkungan. Tidak semua daerah cocok untuk PSEL; jika tidak memenuhi kriteria, alternatif seperti waste to fuel akan dipertimbangkan. Pemerintah berharap jumlah lokasi pengolahan sampah menjadi energi listrik dapat diperluas dari tujuh lokasi awal ke seluruh 34 pilihan, menunjukkan komitmen untuk mengatasi masalah sampah dan kebutuhan energi.