Shutdown AS Berakhir: Peluang Bitcoin Meroket atau Justru Terpuruk?

Muamalat.co.id – JAKARTA. Prospek berakhirnya penutupan sementara atau government shutdown di Amerika Serikat (AS), yang diisyaratkan oleh Presiden Donald Trump, secara signifikan memengaruhi dinamika pasar kripto, terutama harga Bitcoin (BTC). Berdasarkan data Coin Market Cap pada Rabu (12/11/2025) pukul 16.41 WIB, harga Bitcoin tercatat di level US$ 104.564. Meskipun menunjukkan sedikit koreksi 0,61% dalam 24 jam terakhir, aset kripto utama ini masih membukukan kenaikan impresif 2,65% dalam sepekan terakhir.

Sentimen positif ini dikonfirmasi oleh Fahmi Almuttaqin, Analis Kripto Reku, yang menyatakan bahwa harga Bitcoin mencatat kenaikan moderat pasca-persetujuan Senat AS terhadap paket pendanaan bipartisan. Inisiatif ini diprediksi kuat dapat mengakhiri government shutdown yang tengah berlangsung. Data Polymarket bahkan menunjukkan probabilitas berakhirnya penutupan sebelum 15 November melonjak drastis hingga sekitar 97,6%. Fahmi menambahkan, “Kabar yang dapat mengurangi ketidakpastian fiskal langsung mendapat respons dari pasar kripto dan pasar aset berisiko secara umum yang kembali menguat,” dalam keterangannya, Rabu (12/11/2025).

Meski rancangan pendanaan tersebut masih menanti pemungutan suara di DPR AS dan persetujuan presiden, Fahmi mengamati bahwa pasar telah menunjukkan respons positif. Bersamaan dengan itu, usulan Presiden Trump terkait tariff dividend senilai US$ 2.000, meskipun dianggap kurang realistis secara hukum, turut menyumbang sentimen optimisme. Ini mengindikasikan potensi perubahan kebijakan fiskal yang lebih pro-pasar.

Harga Bitcoin Sentuh US$ 105.000 di Tengah Volatilitas Pasar

Fahmi menegaskan bahwa katalis dari pemerintah AS jelas berhasil meredakan kekhawatiran pasar pasca-volatilitas signifikan di bulan Oktober. Kendati demikian, reli ini masih dibayangi oleh sejumlah ketidakpastian. “Optimisme terhadap arah kebijakan pemerintah AS berpotensi mendorong kenaikan lanjutan, tetapi friksi politik di DPR dan belum pulihnya likuiditas on-chain membuat reli ini mungkin akan lebih volatil dengan diiringi koreksi-koreksi minor,” jelas Fahmi.

Beralih ke prospek jangka panjang, CEO Triv, Gabriel Rey, mengestimasi potensi pemotongan suku bunga The Fed pada kuartal I–2026. Menurutnya, skenario tersebut dapat menjadi katalis kuat yang mendorong harga Bitcoin kembali mencetak all-time high (ATH) atau rekor harga tertinggi sepanjang masa.

Pasar Kripto Terkoreksi pada Jumat (7/11), Analis: Potensi Pemulihan Masih Terbuka

Lebih lanjut, Rey menyoroti akumulasi Bitcoin secara masif oleh berbagai perusahaan dan institusi melalui produk seperti ETF sebagai faktor pendukung krusial. “Secara fundamental, Bitcoin belum pernah sekuat ini, bahkan dibandingkan siklus sebelumnya,” tegas Gabriel. Ia juga mencermati dukungan signifikan dari pemerintah AS melalui kebijakan-kebijakan yang kondusif bagi pertumbuhan industri kripto, termasuk regulasi yang lebih jelas untuk stablecoin. Gabriel menyimpulkan, “Saya melihat secara fundamental, kuartal I–2026 akan menjadi periode yang sangat baik untuk industri kripto secara keseluruhan.”

Sementara itu, di ranah domestik, data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pertumbuhan pesat di pasar kripto Indonesia. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (ITSK/IAKD) OJK, Hasan Fawzi, mengungkapkan bahwa jumlah konsumen pedagang aset kripto mencapai 18,61 juta pada September 2025. Angka ini menandai kenaikan signifikan sebesar 2,95% dari 18,08 juta konsumen di bulan Agustus 2025.

Nilai transaksi aset kripto di bulan Oktober 2025 juga melonjak, mencapai Rp49,28 triliun, naik impresif 27,64% dibandingkan September 2025 yang sebesar Rp38,61 triliun. Total nilai transaksi aset kripto sepanjang tahun 2025 (year-to-date) bahkan telah menyentuh angka Rp409,56 triliun. “Hal ini menunjukkan kepercayaan konsumen dan kondisi pasar yang tetap terjaga baik,” terang Hasan dalam konferensi pers RDK Bulanan OJK, Jumat (7/11/2025).

Nilai Transaksi Aset Kripto Sentuh Rp 409,56 Triliun hingga Oktober 2025

Per Oktober 2025, OJK mencatat terdapat 1.301 jenis aset kripto yang sah diperdagangkan di Indonesia. Komitmen OJK dalam mengatur ekosistem ini terlihat dari persetujuan yang diberikan kepada 29 entitas perdagangan aset kripto, meliputi 1 bursa kripto, 1 lembaga kliring penjaminan dan penyelesaian, 2 pengelola tempat penyimpanan (kustodian), serta 25 pedagang aset keuangan digital (PAKD). Selain itu, lima lembaga penunjang juga telah mendapat persetujuan, termasuk 4 Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan 1 Bank Penyimpan Dana Konsumen (BPDK).

“Selanjutnya, OJK saat ini sedang melakukan evaluasi atas permohonan izin usaha dan/atau persetujuan dari calon penyelenggara perdagangan aset kripto yang terdiri dari 2 bursa, 2 kliring, 2 kustodian, 4 Calon Pedagang Aset Keuangan Digital (CPAKD), 1 Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), dan 3 Bank Penyimpan Dana Konsumen (BPDK),” terang Hasan. Ini mengindikasikan bahwa ekspansi pasar kripto di Indonesia akan terus berlanjut dengan dukungan regulasi yang kuat.

Ringkasan

Berakhirnya potensi government shutdown di AS memberikan sentimen positif pada pasar kripto, terutama Bitcoin, yang mengalami kenaikan moderat setelah persetujuan Senat AS terhadap paket pendanaan. Analis melihat bahwa meredanya ketidakpastian fiskal dari pemerintah AS mendorong penguatan pasar kripto dan aset berisiko, meskipun reli ini masih berpotensi volatil akibat friksi politik dan belum pulihnya likuiditas on-chain.

CEO Triv memperkirakan pemotongan suku bunga The Fed pada kuartal I-2026 dapat menjadi katalis untuk Bitcoin mencapai rekor harga tertinggi. Sementara itu, pasar kripto Indonesia menunjukkan pertumbuhan pesat dengan peningkatan jumlah konsumen dan nilai transaksi yang signifikan hingga Oktober 2025. OJK terus mendukung ekosistem ini dengan memberikan persetujuan kepada berbagai entitas perdagangan aset kripto dan melakukan evaluasi terhadap permohonan izin usaha dari calon penyelenggara.

Leave a Comment