Suku Bunga Bank Ogah Turun, Padahal BI Rate Sudah Dipangkas 150 Bps!

Muamalat.co.id

Bank Indonesia (BI) terus memperkuat bauran kebijakannya demi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Strategi komprehensif ini melibatkan sejumlah pilar utama, yaitu kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga acuan, ekspansi likuiditas di pasar, serta stabilisasi nilai tukar rupiah. Pendekatan terpadu ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih kondusif dan berkelanjutan.

Sebagai bagian dari langkah proaktif tersebut, Bank Indonesia telah secara signifikan menurunkan BI-Rate (suku bunga acuan bank sentral) sebesar total 125 basis poin (bps) sejak September 2024, membawa angka tersebut menjadi 5 persen. Puncaknya, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu, 17 September, BI kembali memangkas BI-Rate sebanyak 25 bps, menetapkannya pada level 4,75 persen. Keputusan ini menunjukkan komitmen BI dalam menjaga momentum ekonomi di tengah dinamika global.

Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, penguatan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah terus menjadi prioritas. Intervensi dilakukan secara efektif di pasar off-shore melalui transaksi NDF dan di pasar domestik melalui pasar spot, DNDF, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Selain itu, BI juga melakukan ekspansi likuiditas yang substansial, terlihat dari penurunan posisi instrumen moneter sekuritas rupiah BI (SRBI) dari Rp 916,97 triliun di awal 2025 menjadi Rp 716,62 triliun per 15 September 2025, menyuntikkan dana ke pasar untuk mendukung aktivitas ekonomi.

Sinergi antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal juga terlihat jelas melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh BI. Hingga 16 September 2025, BI telah menyerap SBN senilai Rp 217,10 triliun. Angka ini mencakup pembelian di pasar sekunder serta program debt switching dengan Pemerintah yang mencapai Rp 160,07 triliun. Gubernur Perry Warjiyo menjelaskan, “Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan sesuai mekanisme pasar, terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian sehingga dapat terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter.”

Dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi tidak hanya berasal dari kebijakan moneter, tetapi juga diperkuat oleh kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran. Hingga pekan pertama September 2025, total insentif KLM telah mencapai Rp 384 triliun. Insentif ini disalurkan kepada berbagai segmen perbankan, dengan bank BUMN dan bank umum swasta nasional (BUSN) masing-masing menerima Rp 170 triliun, bank pembangunan daerah (BPD) Rp 38,5 triliun, dan kantor cabang bank asing (KCBA) Rp 5,7 triliun, memastikan ketersediaan dana di sektor perbankan.

Meskipun demikian, Gubernur Perry menyoroti perlunya penurunan suku bunga oleh perbankan untuk mengikuti tren di pasar. Di pasar uang, suku bunga INDONIA terus menunjukkan penurunan signifikan sebesar 144 bps, dari 6,03 persen di awal 2025 menjadi 4,59 persen pada 16 September 2025. Selain itu, suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun tajam antara 210 bps hingga 219 bps sejak awal 2025, kini berada di kisaran 5,06 persen hingga 5,08 persen per 12 September 2025. Imbal hasil SBN tenor 2 tahun pun anjlok 185 bps menjadi 5,11 persen, sementara tenor 10 tahun terkoreksi 94 bps menjadi 6,32 persen.

Namun, respons suku bunga perbankan terhadap penurunan BI-Rate yang agresif masih terbilang lambat. Dibandingkan dengan pemangkasan BI-Rate sebesar 125 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun 16 bps, dari 4,81 persen di awal 2025 menjadi 4,65 persen pada Agustus 2025. Fenomena ini utamanya dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar, yang mencakup sekitar 25 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) bank. Kondisi serupa, bahkan lebih lambat, terjadi pada suku bunga kredit perbankan, yang hanya turun 7 bps dari 9,20 persen menjadi 9,13 persen per Agustus 2025, menghambat stimulus pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, Bank Indonesia memandang krusial agar suku bunga deposito dan kredit perbankan segera menyesuaikan diri dan bergerak turun. Seperti yang diungkapkan Gubernur Perry, “Bank Indonesia memandang suku bunga deposito dan kredit perbankan perlu segera turun sehingga dapat meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan sebagai bagian upaya bersama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.” Percepatan ini diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit/pembiayaan yang lebih optimal, menjadi motor penggerak bagi perekonomian nasional menuju tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dan berkelanjutan.

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) telah menurunkan BI-Rate secara signifikan sebesar 150 bps, namun suku bunga perbankan belum merespons penurunan ini secara optimal. Penurunan BI-Rate ini merupakan bagian dari strategi komprehensif BI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan moneter, ekspansi likuiditas, dan stabilisasi nilai tukar rupiah. Sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal juga dilakukan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh BI.

Meskipun suku bunga di pasar uang dan imbal hasil SBN telah menurun, suku bunga deposito dan kredit perbankan hanya turun sedikit. BI menekankan pentingnya penurunan suku bunga deposito dan kredit perbankan agar penyaluran kredit/pembiayaan meningkat dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini penting untuk menstimulasi perekonomian nasional secara keseluruhan.

Leave a Comment