Muamalat.co.id JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah melakukan pemangkasan suku bunga acuan atau BI rate sebanyak enam kali sepanjang tahun ini, menetapkannya pada level 4,75%. Kebijakan moneter ini sontak memicu beragam respons dari lembaga dana pensiun, yang menilai bahwa penurunan suku bunga BI ini secara signifikan akan memengaruhi hasil investasi dana pensiun.
Dana Pensiun BCA (Dapen BCA), misalnya, menyoroti dampak langsung pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia terhadap instrumen pendapatan tetap dan penempatan likuiditas. Direktur Utama Dapen BCA, Budi Sutrisno, menjelaskan bahwa pada portofolio obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) yang telah dipegang, penurunan suku bunga justru memicu kenaikan harga pasar surat berharga. Fenomena ini, menurut Budi, lantas memberikan tambahan keuntungan yang signifikan dari sisi capital gain kepada Kontan pada Jumat (17/10/2025).

Namun, di sisi lain, Budi juga mengakui adanya tantangan. Untuk pembelian obligasi atau SBN yang baru, tingkat kupon yang ditawarkan menjadi lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Demikian pula pada instrumen deposito, penurunan suku bunga acuan secara otomatis diikuti oleh penurunan suku bunga deposito perbankan. Implikasinya, tingkat imbal hasil dari penempatan baru kini menjadi lebih kecil dibandingkan sebelum era penurunan suku bunga.
Melihat kinerja terkini, Dapen BCA mencatatkan perolehan Return on Investment (ROI) sebesar 6,79% per kuartal III-2025. Angka ini menandai kenaikan impresif 4,93% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ROI ini, dijelaskan Budi, utamanya didorong oleh penguatan pasar obligasi dan SBN, yang merupakan efek langsung dari penurunan suku bunga acuan BI yang meningkatkan harga surat berharga. Dapen BCA bahkan memproyeksikan Return on Investment (ROI) di kisaran 7%-7,5% untuk kuartal IV-2025.
Sementara itu, Dana Pensiun PT Bank Tabungan Negara (BTN), yang dikenal sebagai penyelenggara Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), juga merasakan dampak serupa. Dapen BTN memandang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia memberikan efek positif signifikan terhadap valuasi portofolio obligasi melalui potensi kenaikan capital gain, meskipun hal ini juga disertai dengan risiko re-investasi. Dapen BTN sendiri berhasil membukukan pertumbuhan investasi sebesar 17,98% per September 2025, menunjukkan ketahanan dan strategi investasi yang efektif.
Direktur Investasi Dapen BTN, Adi Santoso Budidarma, mengungkapkan kepada Kontan pada Jumat (17/10/2025) bahwa pihaknya menanggapi dinamika pasar ini dengan pendekatan taktis yang selaras dengan Strategic Asset Allocation (SAA) yang telah ditetapkan. Pendekatan ini memastikan keseimbangan optimal antara return, risiko, dan kebutuhan pemenuhan kewajiban Dana Pensiun BTN tetap terjaga dengan baik di tengah fluktuasi pasar.
Dari sudut pandang yang lebih luas, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) juga turut mengomentari dampak penurunan suku bunga BI. ADPI menerangkan bahwa kebijakan ini akan memberikan pengaruh besar terhadap instrumen investasi di pasar uang, terutama untuk aset Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK). Hal ini krusial mengingat hampir 65% portofolio DPPK tertanam dalam instrumen fixed income.
Meskipun demikian, Staf Ahli ADPI, Bambang Sri Mulyadi, tetap optimis. Ia memproyeksikan bahwa hasil investasi dana pensiun pada kuartal IV-2024 masih berpotensi untuk tumbuh. Bambang menambahkan, “Kuartal IV-2025 kemungkinan masih tumbuh,” mengindikasikan prospek yang cerah meskipun di tengah dinamika suku bunga.
Ringkasan
Penurunan suku bunga acuan BI sebanyak enam kali tahun ini, hingga mencapai 4,75%, berdampak signifikan pada lembaga dana pensiun. Dapen BCA menyoroti kenaikan harga pasar obligasi dan SBN (Surat Berharga Negara) yang memberikan keuntungan capital gain, namun juga mengakui tantangan berupa tingkat kupon dan suku bunga deposito yang lebih rendah untuk pembelian baru.
Dapen BTN juga merasakan dampak positif pada valuasi portofolio obligasi, meski disertai risiko re-investasi, dengan pertumbuhan investasi mencapai 17,98% per September 2025. ADPI (Asosiasi Dana Pensiun Indonesia) mengakui pengaruh besar terhadap instrumen investasi di pasar uang, terutama untuk DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja), namun tetap optimis terhadap potensi pertumbuhan hasil investasi dana pensiun di kuartal IV-2025.