Muamalat.co.id JAKARTA. Rupiah terus berjuang menghadapi dominasi dolar Amerika Serikat. Kurs rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS sepanjang minggu ini, menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan.
Data dari Bloomberg menunjukkan bahwa pada Jumat (26/9/2025), nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,07% ke level Rp 16.738 per dolar AS. Secara keseluruhan, dalam sepekan terakhir, rupiah spot telah terdepresiasi sebesar 0,8%.
Sementara itu, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah terkoreksi 0,14% ke posisi Rp 16.775 per dolar AS. Selama seminggu terakhir, rupiah Jisdor merosot tajam sebesar 1,19%.
Menurut Lukman Leong, seorang analis mata uang dari Doo Financial Futures, tekanan terhadap rupiah berasal dari dua faktor utama: penguatan indeks dolar AS dan sentimen internal.
“Dolar AS mengalami rebound yang cukup kuat setelah pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang dianggap *hawkish* mengenai prospek suku bunga,” ungkapnya kepada Kontan, Jumat (26/9/2025). Pernyataan *hawkish* ini mengindikasikan kecenderungan The Fed untuk menaikkan suku bunga di masa depan.
Yakin Pelemahan Rupiah Cuma Sementara, Menkeu Purbaya: Akan Segera Pulih
Selain itu, data ekonomi AS yang lebih solid, termasuk revisi data PDB kuartal II dan klaim pengangguran yang lebih rendah dari perkiraan, turut memicu penguatan dolar AS.
Dari dalam negeri, Lukman menyoroti bahwa kekhawatiran seputar kebijakan ekonomi ekspansif pemerintah, defisit fiskal yang membengkak, dan pemangkasan suku bunga oleh BI memberikan beban tambahan pada rupiah.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, mencermati bahwa penguatan dolar AS juga dipicu oleh pengumuman Presiden AS Donald Trump mengenai serangkaian tarif perdagangan, terutama tarif 100% untuk semua impor farmasi.
“Langkah ini meningkatkan ketidakpastian atas dampak ekonomi dari tarif Trump dan memicu pergerakan *risk-off* di pasar keuangan yang lebih luas,” jelas Ibrahim pada hari Jumat (26/9/2025). Pergerakan *risk-off* mengacu pada kecenderungan investor untuk menghindari aset berisiko dan beralih ke aset yang lebih aman seperti dolar AS.
Untuk pekan depan, Ibrahim memprediksi bahwa pergerakan rupiah akan sangat dipengaruhi oleh data indeks harga PCE AS, yang menjadi tolok ukur inflasi pilihan The Fed dalam menentukan kebijakan suku bunga.
“Data tersebut akan dirilis pada Jumat malam dan diperkirakan akan menunjukkan bahwa inflasi inti tetap stabil di bulan Agustus,” tambahnya.
Sementara itu, Lukman memperkirakan bahwa pekan depan akan diramaikan dengan rilis berbagai data ekonomi penting. Dari dalam negeri, akan ada data inflasi dan neraca perdagangan. Sementara dari eksternal, pasar akan menantikan data tenaga kerja AS (non-farm payrolls).
Menurut Lukman, rupiah diperkirakan masih akan berada di bawah tekanan pada pekan depan, dan BI dipastikan akan mengambil langkah-langkah intervensi yang aktif untuk menstabilkan mata uang.
Pemerintah juga diharapkan dapat memberikan penjelasan yang menenangkan kepada masyarakat terkait kebijakan ekspansif dan kenaikan suku bunga simpanan dolar AS oleh bank-bank pelat merah.
Rupiah Terancam Anjlok: Analis Ini Prediksi Bisa Rp 17.000 per Dolar AS Akhir Tahun
Lukman memprediksi bahwa rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.600–Rp 17.000 per dolar AS pada Senin (29/9/2025).
Di sisi lain, Ibrahim memperkirakan bahwa rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp 16.730 – Rp 16.800 per dolar AS pada pekan depan.