Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendapatkan giliran untuk menyampaikan pidato di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berlangsung di New York, Amerika Serikat, pada Jumat (26/9). Namun, kemunculannya di podium tidak luput dari gejolak diplomatik, ditandai dengan aksi walk out massal oleh sejumlah delegasi sebagai bentuk protes keras.
Berpidato pada urutan pertama di hari keempat, sekaligus hari terakhir Sidang Majelis Umum PBB, Netanyahu menyampaikan pandangannya selama 42 menit mengenai situasi terkini di Timur Tengah. Dalam kesempatan itu, ia secara tegas menolak memberikan pengakuan kepada Palestina sebagai sebuah negara berdaulat. Sikap ini berbenturan dengan keputusan beberapa negara Barat seperti Inggris, Prancis, Kanada, Australia, Portugal, dan Malta yang sebelumnya telah mengakui entitas negara Palestina.
Menanggapi langkah negara-negara tersebut, Netanyahu melontarkan kritik pedas. “Mereka melakukannya setelah kekejaman yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober – kekejaman yang dipuji pada hari itu oleh hampir 90% penduduk Palestina,” kata Netanyahu, seperti dikutip dari The Guardian. Namun, ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut terkait klaimnya mengenai pujian dari penduduk Palestina tersebut.
Berikut adalah serba-serbi pidato Netanyahu di PBB yang penuh sorotan:
Delegasi Melakukan Walk Out
Momen Netanyahu memulai pidatonya di PBB langsung disambut dengan protes diam yang signifikan. Sejumlah delegasi dari berbagai negara secara kompak meninggalkan ruangan sidang pleno. Dalam siaran YouTube resmi PBB, terlihat jelas bagaimana para delegasi berdiri dan beranjak dari kursi mereka begitu Netanyahu naik ke mimbar. Ketua sidang bahkan beberapa kali mengetuk palu, berupaya meminta hadirin kembali ke tempat duduk masing-masing, namun sebagian besar tetap memilih keluar.
Akibatnya, Netanyahu akhirnya tetap memulai pidatonya di hadapan ruangan yang sebagian besar kosong, dengan hanya beberapa delegasi, termasuk perwakilan Israel sendiri, yang memilih untuk bertahan. Aksi walk out ini menjadi simbol protes dan kecaman terhadap agresi Israel di Jalur Gaza yang telah berlangsung hampir dua tahun dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang mendalam.
Menyinggung Prabowo dan Indonesia
Dalam salah satu bagian pidatonya yang menarik perhatian, Netanyahu mengungkapkan bahwa dirinya mencatat kata-kata yang disampaikan oleh Prabowo, yang juga berpidato pada Selasa (23/9) sebelumnya. Ia bahkan menyinggung potensi Indonesia untuk mengakui Israel, dengan syarat adanya pengakuan terlebih dahulu terhadap Palestina.
“Ini (Indonesia) adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan merupakan pertanda apa yang bisa terjadi di masa depan,” ujarnya, menyoroti posisi strategis Indonesia dalam konteks global. Sebelumnya, Prabowo menegaskan dukungan kuatnya terhadap penerapan solusi dua negara (two-state solution) sebagai upaya konkret untuk menghentikan konflik bersenjata dan mewujudkan perdamaian abadi antara Israel dan Palestina di Jalur Gaza. “Kami percaya satu-satunya jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan adalah melalui solusi dua negara: Palestina yang merdeka dan Israel yang aman,” kata Prabowo saat menyampaikan pidatonya di PBB.
Penolakan Keras terhadap Pengakuan Palestina
Sikap Netanyahu terkait status Palestina tetap tidak bergeming. Ia merespons keras langkah negara-negara Barat seperti Prancis dan Inggris yang telah mengakui negara Palestina. Dengan nada tegas, ia menyebut keputusan negara-negara tersebut sebagai “bunuh diri nasional” bagi Israel.
“Ini gila, dan kami tidak akan melakukannya (mengakui Palestina),” tegas Netanyahu, seperti dikutip dari BBC, menggarisbawahi penolakannya yang mutlak terhadap gagasan tersebut.
Membantah Tuduhan Genosida
Netanyahu juga memanfaatkan platform PBB untuk membantah tuduhan bahwa pemerintahannya melakukan tindakan genosida di Gaza. Ia berdalih bahwa Israel telah mendesak warga sipil untuk mengungsi dari Kota Gaza demi keselamatan mereka. Sebaliknya, ia melayangkan tuduhan balik kepada Hamas, menuding organisasi tersebut telah menanamkan pengaruhnya di berbagai fasilitas sipil seperti sekolah, masjid, apartemen, hingga rumah sakit. Menurut Netanyahu, tindakan Hamas inilah yang secara tidak langsung memaksa warga sipil berada dalam bahaya di zona konflik.
Tidak hanya itu, Netanyahu juga menuduh Hamas mencuri bantuan makanan yang seharusnya ditujukan untuk warga Gaza, sehingga menyebabkan kelaparan di wilayah tersebut. “Israel menerapkan lebih banyak langkah untuk meminimalkan korban sipil daripada militer mana pun dalam sejarah,” klaim Netanyahu, dikutip dari Anadolu, berusaha membenarkan operasi militer Israel di tengah kritik internasional.