
Muamalat.co.id JAKARTA. Indeks LQ45, yang berisi saham-saham unggulan di pasar modal Indonesia, masih bergulat untuk menemukan momentum positifnya sepanjang tahun ini. Tercatat hingga awal Oktober 2025, indeks prestisius ini mengalami penurunan sebesar 4,43%. Meskipun demikian, para analis pasar melihat adanya secercah harapan; mereka memproyeksikan potensi pemulihan yang signifikan melalui fenomena window dressing yang biasanya terjadi di penghujung tahun.
Penurunan kinerja Indeks LQ45 ini, seperti diungkapkan Analis Panin Sekuritas, Cliff Nathaniel, sebagian besar dipicu oleh tekanan pada saham perbankan. Kondisi likuiditas ketat di pasar finansial domestik serta daya beli masyarakat yang melemah menjadi faktor utama. Akibatnya, biaya dana (cost of fund/CoF) bank-bank melonjak, mengikis margin bunga bersih (NIM) dan pada akhirnya memangkas profitabilitas perbankan. “Situasi ini mendorong investor asing untuk melepas kepemilikan mereka pada saham-saham LQ45, terutama dari sektor perbankan,” jelas Cliff pada Kamis (9/10).
Muhammad Wafi, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), menambahkan bahwa saham-saham berkapitalisasi besar lainnya seperti Telkom Indonesia dan Unilever Indonesia turut memperlambat laju indeks. Ia mengamati, sektor keuangan dan konsumer yang biasanya menjadi tulang punggung penggerak LQ45, kini kehilangan gairahnya. Sebaliknya, investor mulai mengalihkan perhatian ke saham siklikal dan emiten berkapitalisasi menengah, mencari peluang pertumbuhan yang berbeda.
Prospek aksi jual oleh investor asing di sektor perbankan diperkirakan masih akan berlanjut, menurut Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su. Faktor pelemahan rupiah dan belum membaiknya margin bunga dalam laporan kinerja delapan bulan pertama menjadi alasan utama di balik tren ini.
Namun, di tengah tantangan tersebut, Wafi tetap optimis. Ia melihat beberapa katalis positif yang bisa membalikkan keadaan. Potensi window dressing, penurunan yield obligasi, serta kemungkinan pelonggaran moneter domestik dapat menjadi sentimen pendorong. Selain itu, laporan kinerja emiten untuk kuartal III yang diprediksi lebih stabil diharapkan mampu menopang indeks.
Di sisi lain, sektor komoditas emas juga menonjol sebagai pilihan menarik. Rekor harga emas yang terus menanjak memberikan dorongan kuat. “Ini akan mendorong penguatan saham-saham terkait emas,” kata Harry, menggarisbawahi potensi keuntungan di segmen ini. Sementara itu, Cliff Nathaniel juga menyoroti kembali daya tarik saham perbankan, terutama dengan adanya rencana DPR untuk meningkatkan free float saham hingga minimal 30% secara bertahap. Kebijakan ini diyakini dapat memicu minat investor kembali pada saham perbankan dan emiten dengan fundamental yang kokoh.
Dalam menyikapi kondisi pasar, para analis menawarkan rekomendasi pilihan saham LQ45 yang prospektif. Harry Su dari Samuel Sekuritas menunjuk Bank Central Asia (BBCA), Telkom Indonesia (TLKM), Indofood Sukses Makmur (ICBP), Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), dan Japfa Comfeed Indonesia (JPFA) sebagai saham unggulan.
Wafi dari KISI, di sisi lain, merekomendasikan saham-saham berfundamental kuat yang valuasinya telah berada di bawah rata-rata historis dan dikenal rajin membagikan dividen. Pilihan-pilihannya meliputi BBCA dengan target harga Rp 9.000, Bank Mandiri (BMRI) target Rp 6.000, TLKM target Rp 3.600, dan Astra International (ASII) target Rp 6.200 per saham.
BBCA Chart by TradingView
Ringkasan
Indeks LQ45 mengalami penurunan hingga awal Oktober, namun analis memproyeksikan potensi pemulihan melalui fenomena window dressing di akhir tahun. Penurunan ini disebabkan tekanan pada saham perbankan akibat likuiditas ketat, daya beli melemah, dan biaya dana yang melonjak, mendorong investor asing untuk melepas saham sektor tersebut. Meskipun demikian, beberapa katalis positif seperti penurunan yield obligasi, potensi pelonggaran moneter, dan kinerja emiten kuartal III yang stabil dapat membalikkan keadaan.
Analis merekomendasikan beberapa saham LQ45 yang prospektif, di antaranya BBCA, TLKM, ICBP, AMRT, dan JPFA. Selain itu, saham dengan fundamental kuat dan valuasi di bawah rata-rata historis seperti BBCA, BMRI, TLKM, dan ASII juga menjadi pilihan. Sektor komoditas emas juga diprediksi akan menguat, mendorong penguatan saham-saham terkait emas.