BUMN20: Analisis Potensi Kinerja Unggul Jelang 2026, Peluang Investasi?

Muamalat.co.id – JAKARTA. Kinerja Indeks BUMN20 menunjukkan tren positif, namun sayangnya, performanya belum cukup kuat untuk mendongkrak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara keseluruhan sepanjang tahun ini.

Hingga 21 November 2025, IDX BUMN20 mencatatkan kenaikan sebesar 7,17% sejak awal tahun (year to date/YTD). Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan posisi 30 September 2025, di mana indeks hanya naik 1,91% YTD. Ini berarti, dalam kuartal IV 2025 saja, terjadi lonjakan sebesar 5,26%. Sebagai perbandingan, IHSG sendiri telah melesat 18,85% YTD per 21 November.

Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, berpendapat bahwa saham-saham BUMN saat ini tidak lagi menjadi motor utama penggerak IHSG. “Pergerakan IHSG lebih banyak didorong oleh saham-saham yang likuiditasnya tinggi, seperti DCII, DSSA, BRPT, CDIA, dan BRMS,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (23/11/2025).

Senada dengan itu, Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan, mengamati bahwa saham-saham emiten BUMN cenderung stagnan, bahkan mengalami koreksi dalam satu hingga dua tahun terakhir. Sementara itu, saham-saham konglomerasi swasta justru mengalami pertumbuhan yang pesat, mengakibatkan penurunan signifikan pada porsi kapitalisasi pasar saham-saham BUMN terhadap total kapitalisasi pasar saham di Indonesia.

Ironisnya, performa beberapa BUMN sebenarnya masih tergolong solid, namun fundamental yang kuat ini ternyata tidak menarik minat investor. “Hal ini tercermin dari valuasi saham-saham BUMN yang mengalami penurunan,” kata Alfred kepada Kontan, Sabtu (22/11/2025). Ia menambahkan bahwa kuatnya intervensi politik dalam pengelolaan emiten pelat merah menjadi salah satu alasan mengapa fundamental BUMN yang baik tidak serta merta membuat saham-sahamnya diminati. “Saham-saham yang mengalami kenaikan signifikan saat ini memiliki valuasi yang sangat tinggi, bahkan bisa dibilang sudah masuk kategori bubble,” ungkapnya.

Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, melihat bahwa sebagian besar konstituen IDXBUMN20 terdiri dari saham-saham bluechip yang justru berada di bawah tekanan sejak awal tahun. Hampir semua saham BUMN terkoreksi cukup dalam di paruh pertama tahun 2025, kecuali saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Kenaikan saham emiten BUMN baru terlihat dalam satu hingga tiga bulan terakhir.

“Penyebab utamanya adalah arus keluar modal asing yang cukup besar, serta rotasi dana domestik yang lebih agresif masuk ke saham-saham second liner dan konglomerasi yang sedang naik daun,” jelas Ekky kepada Kontan, Jumat (21/11). “Karena itu, wajar jika kinerja indeks BUMN tertinggal jauh dibandingkan IHSG, yang diuntungkan oleh reli signifikan saham-saham tertentu tahun ini.”

Prospek dan Rekomendasi

Namun, ada angin segar. Data menunjukkan bahwa emiten-emiten BUMN juga tercatat dibeli oleh investor asing dalam sebulan terakhir. Contohnya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan pembelian oleh asing sebesar Rp 2,6 triliun, diikuti oleh PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp 1,5 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 717 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 677,6 miliar.

Kebijakan-kebijakan pemerintah juga menjadi perhatian pasar, seperti injeksi dana sebesar Rp 200 triliun ke bank-bank Himbara oleh Kementerian Keuangan. Bahkan, pada bulan November ini, pemerintah kembali menambah penempatan dana sebesar Rp 76 triliun. Selain itu, peran Danantara dalam merombak struktur perusahaan-perusahaan milik negara juga menjadi katalis penggerak kinerja emiten-emiten di bawah naungan sovereign wealth fund (SWF) tersebut.

Sejumlah emiten BUMN dari berbagai sektor juga menjadwalkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Desember 2025 dengan agenda yang beragam, mulai dari rencana merger dan restrukturisasi, divestasi, hingga pembahasan aksi korporasi lainnya. Alfred menjelaskan bahwa RUPSLB BUMN di akhir tahun 2025 ini umumnya bertema reorganisasi, karena tidak banyak BUMN yang memiliki dividen interim.

Kehadiran Danantara saat ini juga diprioritaskan untuk penyelamatan BUMN yang sedang mengalami kesulitan, seperti GIAA, BUMN Karya, dan KRAS. Oleh karena itu, pembahasan terkait ekspansi bisnis BUMN kemungkinan belum menjadi fokus utama.

Di sisa tahun 2025, potensi pemulihan harga saham bank BUMN menjadi peluang terbesar untuk mendorong kinerja IDXBUMN20. “Potensi masuknya dana asing juga masih besar, mengingat valuasi yang turun membuat harga saham-saham BUMN terlihat menarik. Apalagi, besaran kapitalisasi pasar mereka memenuhi kriteria pendanaan asing,” tutur Alfred.

Ekky melihat bahwa pasar masih merespons rangkaian RUPSLB dan agenda restrukturisasi BUMN secara positif. Langkah ini menunjukkan komitmen untuk memperbaiki struktur bisnis, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat arus kas. Peran Danantara juga menjadi sentral dan sangat diperhatikan oleh pasar, namun investor tetap menunggu bukti implementasi nyata. Sentimen Danantara bisa menjadi katalis tambahan, namun pasar baru akan memberikan valuasi premium jika hasil konkretnya sudah terlihat, seperti peningkatan pendapatan, efisiensi operasional, atau restrukturisasi portofolio yang jelas dampaknya.

Kinerja konstituen IDXBUMN20 diperkirakan akan membaik pada akhir tahun 2025 hingga 2026. Meredanya tekanan suku bunga global, stabilitas nilai tukar rupiah, pemulihan permintaan domestik, serta normalisasi likuiditas akan menjadi faktor pendukung utama. Sektor perbankan BUMN, telekomunikasi, energi, serta sebagian konstruksi berpeluang menjadi pendorong kinerja. Namun, pemulihan di segmen konstruksi diperkirakan akan berlangsung bertahap karena beban utang yang masih besar.

Selain itu, valuasi banyak saham BUMN saat ini berada di level yang relatif murah, sehingga menjadi kandidat kuat untuk kembali menyerap arus dana asing. “Jika aliran dana asing kembali deras, BUMN20 sangat mungkin menjadi pintu masuk utama karena bobotnya yang besar dan likuiditasnya tinggi,” tutur Ekky. Ia menambahkan bahwa sejumlah saham BUMN sudah berada di area valuasi yang menarik untuk akumulasi jangka menengah hingga panjang.

BBRI, BMRI, BRIS, PGAS, PGEO, JSMR, hingga TLKM masuk ke dalam kategori saham yang prospeknya solid seiring dengan pemulihan ekonomi dan potensi aliran masuk dana asing. Secara teknikal dan fundamental, BBRI berpotensi menuju Rp 4.500 – Rp 5.000 per saham, BMRI Rp 5.600 – Rp 6.000 per saham, TLKM kembali ke area Rp 4.000 per saham, dan PGAS berpeluang menuju Rp 1.800 – Rp 2.000 per saham jika pemulihan permintaan gas berlanjut.

“Dengan kombinasi valuasi yang murah dan ekspektasi perbaikan fundamental, saham-saham BUMN masih sangat berpotensi menjadi motor penguatan IHSG di fase berikutnya ketika sentimen pasar semakin membaik,” jelas Ekky.

Harry Su menambahkan bahwa RUPSLB BUMN20 cenderung direspons dengan hati-hati, karena pasar menunggu kejelasan detail dan timeline program Danantara. Jika eksekusinya efektif, terutama pada debt clean-up, capital injection, dan governance, BUMN berpotensi mendapatkan re-rating. “Namun untuk saat ini, sentimen masih wait-and-see karena katalisnya belum terealisasi penuh,” tuturnya.

Prospek kinerja konstituen BUMN20 hingga tahun 2026 berpotensi membaik sejalan dengan pemulihan permintaan domestik, penurunan suku bunga, dan stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sektor yang paling potensial adalah perbankan, terutama BBRI dan BMRI, yang didukung oleh perbaikan di net interest margin (NIM), dan telekomunikasi, yaitu TLKM, seiring dengan tren kenaikan average revenue per user (ARPU). “Jika tata kelola membaik, BUMN20 bisa kembali menarik bagi aliran dana asing,” paparnya.

Harry pun merekomendasikan beli untuk BBRI, BMRI, dan TLKM dengan target harga masing-masing Rp 4.400 per saham, Rp 5.100 per saham, dan Rp 3.000 per saham.

Ringkasan

Kinerja Indeks BUMN20 menunjukkan peningkatan sebesar 7,17% YTD hingga 21 November 2025, namun masih tertinggal dibandingkan dengan IHSG yang melonjak 18,85%. Saham BUMN saat ini kurang diminati karena intervensi politik dan dana asing lebih tertarik pada saham second liner dan konglomerasi. Meskipun demikian, beberapa emiten BUMN, seperti BMRI dan TLKM, mengalami pembelian oleh investor asing.

Prospek BUMN20 diperkirakan membaik hingga 2026 seiring pemulihan ekonomi dan stabilitas nilai tukar. Sektor perbankan, telekomunikasi, dan energi berpotensi menjadi pendorong kinerja. Beberapa analis merekomendasikan beli saham BBRI, BMRI, dan TLKM karena valuasi yang menarik dan potensi aliran dana asing masuk jika tata kelola BUMN membaik.

Leave a Comment