IPO Bergairah: Malaysia & Indonesia Rajai Pasar Modal Asia Tenggara!

Muamalat.co.id – JAKARTA. Kabar baik bagi pasar modal Indonesia! Deloitte melaporkan bahwa Indonesia, bersama dengan Malaysia, mendominasi volume penawaran umum perdana (IPO) di kawasan Asia Tenggara sepanjang tahun 2025.

Indonesia mencatatkan 24 IPO dengan total dana yang berhasil dihimpun mencapai US$ 921 juta, setara dengan sekitar Rp 15,35 triliun. Sektor energi dan sumber daya menjadi kontributor utama perolehan dana ini, didorong oleh aktivitas IPO dari perusahaan-perusahaan di bidang minyak dan gas, energi terbarukan, serta jasa penunjang pertambangan.

Kinerja cemerlang ini tak lepas dari peran dua perusahaan besar, yaitu PT Merdeka Gold Resource Tbk (EMAS) dan PT Chandra Data Investasi Tbk (CDIA). EMAS berhasil meraup US$ 279 juta (Rp 4,65 triliun), sementara CDIA menyusul dengan US$ 144 juta (Rp 2,4 triliun).

Posisi selanjutnya ditempati oleh sektor properti, yang mendapat dukungan signifikan dari pencatatan PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK), perusahaan yang terafiliasi dengan Agung Sedayu Group. Sementara itu, sektor konsumer menempati peringkat ketiga, dengan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk sebagai pemimpin dalam aktivitas IPO di sektor ini.

Menurut Tay Hwee Ling, Capital Markets Services Leader Deloitte Southeast Asia, geliat IPO di Indonesia didorong oleh sektor industri, energi, konsumer, dan layanan kesehatan. Investor menunjukkan preferensi yang kuat terhadap perusahaan dengan fundamental yang solid, prospek jangka panjang yang menjanjikan, serta dukungan pemerintah yang kuat.

“Sektor infrastruktur dan energi, khususnya energi terbarukan, juga mencatat peningkatan minat seiring dengan bertambahnya pipeline proyek strategis Indonesia dan percepatan transisi menuju energi bersih,” jelas Tay Hwee Ling dalam keterangan pers yang diterima Kontan, Minggu (23/11/2025).

Lebih lanjut, Tay Hwee Ling menuturkan bahwa meskipun sentimen pasar mengalami penguatan pasca Pemilu 2024, para investor tetap berhati-hati. Mereka mewaspadai tekanan makroekonomi seperti penurunan harga komoditas, ketegangan perdagangan global, dan penyesuaian tenaga kerja yang mungkin terjadi.

Pipeline IPO pada kuartal IV 2025 mencakup perusahaan-perusahaan di sektor teknologi, logistik, dan jasa keuangan. Sektor-sektor ini diperkirakan akan menarik minat besar investor, asalkan perusahaan-perusahaan tersebut mampu menunjukkan profitabilitas dan ketahanan bisnis yang jelas,” tambahnya.

Meskipun demikian, Indonesia masih berada di bawah Malaysia dalam hal volume IPO. Negeri Jiran ini memimpin dari sisi jumlah IPO, dengan 48 perusahaan yang melakukan IPO dan berhasil menghimpun dana sebesar US$1,1 miliar atau Rp 18,33 triliun, yang sebagian besar melalui ACE Market.

Laporan terbaru dari Deloitte juga mengungkapkan bahwa pasar IPO di Asia Tenggara secara keseluruhan kembali menunjukkan penguatan. Hingga pertengahan November 2025, terdapat 102 IPO di enam bursa utama di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina, dengan total dana yang berhasil dihimpun mencapai sekitar US$ 5,6 miliar atau sekitar Rp 93,3 triliun.

Menariknya, meskipun jumlah IPO mengalami penurunan, total dana yang dihimpun di kawasan ini justru melonjak sebesar 53% dalam 10,5 bulan pertama tahun 2025 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2024. Fenomena ini didorong oleh ukuran transaksi yang lebih besar, pergeseran dinamika sektor, serta kinerja pasar yang stabil di Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.

Peningkatan jumlah IPO bernilai tinggi di sektor data real estat, jasa keuangan, dan konsumer menjadi pendorong utama kenaikan total dana yang terhimpun pada tahun 2025. Sebagai perbandingan, US$3,7 miliar (Rp 61,67 triliun) berhasil dihimpun dari 136 IPO pada tahun 2024, dan US$5,8 miliar (Rp 96,67 triliun) dari 163 IPO pada tahun 2023.

Terjadi pergeseran signifikan dalam ukuran IPO dan dinamika sektoral, dengan pasar kini lebih menekankan pada perusahaan yang memiliki ketahanan bisnis yang lebih kuat. Rata-rata nilai transaksi IPO meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2024, naik dari sekitar US$27 juta (Rp 450 miliar) menjadi US$55 juta (Rp 916 miliar). Hal ini didorong oleh kehadiran beberapa IPO berskala besar yang menjadi blockbuster.

Tercatat empat IPO dari Singapura, Vietnam, dan Filipina yang masing-masing berhasil menghimpun lebih dari US$500 juta (Rp 8,3 triliun), serta 11 IPO di Asia Tenggara yang mencatat market capitalization di atas US$1 miliar (Rp 16,67 triliun).

Secara keseluruhan, pasar IPO Asia Tenggara menunjukkan pertumbuhan dengan ritme yang beragam sepanjang 10,5 bulan pertama tahun 2025. Salah satu tren yang paling menonjol adalah meningkatnya IPO yang didukung oleh Private Equity, yang menjadi katalis stabilnya arus modal dan besarnya minat investor. Untuk tahun 2026, Deloitte memperkirakan minat investor akan tetap positif, seiring dengan semakin banyaknya peluang baru yang muncul di pasar.

Di sisi lain, Singapura menduduki posisi teratas pasar IPO Asia Tenggara berdasarkan nilai dana yang terhimpun, dengan sembilan IPO yang mengumpulkan US$1,6 miliar atau Rp 26,67 triliun dalam 10,5 bulan pertama tahun ini. Kinerja ini didorong oleh dua IPO Real Estate Investment Trust (REIT) berskala besar, yaitu NTT DC REIT dan Centurion Accommodation REIT, yang diuntungkan oleh reformasi regulasi yang memperbaiki sentimen pasar.

Didorong oleh dua transaksi besar tersebut, yang masing-masing bernilai lebih dari US$ 500 juta dan secara kolektif menyumbang 88% dari total dana yang terhimpun, pasar IPO Singapura mencatat perolehan tertinggi sejak 2019.

Sementara itu, Vietnam mencatat dua IPO besar di sektor keuangan, yaitu Techcom Securities Joint Stock Company dan VP Bank Securities. Keduanya secara kolektif berhasil menghimpun dana sebesar US$1 miliar (Rp 16,67 triliun). Pencapaian ini membuka jalan bagi siklus pertumbuhan baru bagi pasar IPO Vietnam setelah bertahun-tahun mengalami stagnasi sejak 2018.

Ringkasan

Indonesia, bersama Malaysia, mendominasi volume IPO di Asia Tenggara pada tahun 2025. Indonesia mencatatkan 24 IPO dengan total dana US$ 921 juta, terutama didorong oleh sektor energi dan sumber daya, dengan PT Merdeka Gold Resource Tbk (EMAS) dan PT Chandra Data Investasi Tbk (CDIA) sebagai kontributor utama. Minat investor kuat terhadap perusahaan dengan fundamental solid, prospek jangka panjang, dan dukungan pemerintah.

Meskipun Indonesia unggul dalam jumlah IPO, Malaysia memimpin dalam volume dana yang terhimpun di Asia Tenggara. Pasar IPO Asia Tenggara secara keseluruhan menunjukkan penguatan dengan peningkatan dana yang dihimpun sebesar 53% dibandingkan tahun sebelumnya, didorong oleh transaksi yang lebih besar dan kinerja pasar yang stabil di beberapa negara. Singapura memimpin berdasarkan nilai dana yang terhimpun, didorong oleh IPO Real Estate Investment Trust (REIT) berskala besar.

Leave a Comment