Muamalat.co.id – JAKARTA. Sektor konsumen di pasar modal diprediksi akan menikmati momentum positif menjelang akhir tahun ini. Sentimen ini didorong oleh Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang kembali ke zona optimis, menjadi katalis penting yang dapat mendongkrak kinerja emiten di sektor ini.
Bank Indonesia (BI) mencatat IKK pada Oktober 2025 berada di level 121,2, meningkat signifikan dari 115,0 pada bulan sebelumnya. Angka ini mencerminkan optimisme konsumen yang semakin besar terhadap kondisi ekonomi saat ini. Lalu, bagaimana dampaknya terhadap saham-saham konsumer?
Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, melihat kenaikan IKK sebagai angin segar bagi emiten sektor konsumer. Perusahaan-perusahaan seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) berpotensi meraup keuntungan dari sentimen positif ini.
Untuk ICBP dan MYOR, yang bergerak di lini bisnis *Fast Moving Consumer Goods* (FMCG), optimisme konsumen ini dapat memicu peningkatan volume penjualan. Lebih jauh lagi, kondisi ini memperkuat *pricing power* mereka untuk mengimbangi tekanan biaya produksi yang masih tinggi.
Sementara itu, bagi AMRT, kenaikan IKK secara historis memiliki korelasi positif dengan peningkatan jumlah pengunjung dan *Same Store Sales Growth* (SSSG). Hal ini tentu saja mendukung strategi ekspansi yang tengah dijalankan perseroan.
ERAA pun tak ketinggalan. IKK yang kuat mengindikasikan bahwa konsumen semakin percaya diri untuk melakukan pembelian barang-barang bernilai tinggi, terutama menjelang akhir tahun. Kondisi ini berpotensi meningkatkan volume penjualan sekaligus *Average Selling Price* (ASP) produk-produk ERAA.
Namun, di balik optimisme ini, ada sejumlah sentimen lain yang perlu diwaspadai oleh para investor dan emiten sektor konsumer.
Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, mengingatkan bahwa kinerja emiten sangat rentan terhadap fluktuasi harga bahan baku utama, seperti gandum, kakao, dan kopi. Apalagi, kondisi ekonomi global saat ini masih diwarnai ketidakpastian.
Selain itu, harga *Crude Palm Oil* (CPO) diperkirakan akan tetap tinggi sepanjang tahun 2026, terutama akibat implementasi kebijakan B50. Sementara itu, bagi peritel seperti AMRT dan ERAA, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing masih menjadi risiko utama yang dapat memengaruhi harga pokok penjualan.
“Sentimen-sentimen yang perlu diperhatikan antara lain *trade tensions*, *macroeconomic data update*, dan fluktuasi harga bahan baku utama,” jelas Harry.
Abida menambahkan bahwa tekanan harga bahan baku, khususnya gandum dan CPO, diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2026. Kondisi ini akan terus menekan Harga Pokok Penjualan (HPP) dan *Gross Profit Margin* (GPM) ICBP dan MYOR.
ICBP sendiri berupaya memitigasi risiko ini melalui lindung nilai valas minimal 20% dari eksposur bersih USD, serta dukungan volume dari program pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG).
Namun, MYOR tampaknya menghadapi tekanan margin yang lebih besar, yang tercermin dari penurunan laba bersih sebesar 6,05% *year-on-year* (YoY) pada tahun 2024.
AMRT juga menghadapi tantangan berupa kenaikan biaya operasional dan distribusi akibat ekspansi jaringan yang agresif. Sementara itu, ERAA lebih sensitif terhadap suku bunga tinggi yang dapat menekan daya beli konsumen terhadap produk-produk diskresioner.
“Selain IKK, sentimen kunci lainnya adalah stabilitas kebijakan moneter dan dukungan fiskal dari pemerintah,” tegas Abida.
Lantas, faktor-faktor makro apa saja yang akan menjadi penentu kinerja sektor konsumer ke depan?
Menurut Abida, ada tiga faktor makro utama yang perlu diperhatikan:
1. Stabilitas nilai tukar rupiah, terutama bagi emiten yang berbasis impor seperti ICBP. Pelemahan rupiah berpotensi menimbulkan *unrealized forex losses*.
2. Kebijakan suku bunga BI, yang memengaruhi daya beli konsumen dan biaya pendanaan perusahaan. Potensi penurunan suku bunga pada semester II-2025 dapat menjadi katalis signifikan bagi sektor konsumer.
3. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan anggaran Rp71 triliun, yang memberikan dukungan permintaan struktural bagi emiten FMCG, terutama ICBP dan MYOR.
Di sisi lain, Equity Analyst Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis Setyo Wibowo, berpendapat bahwa meskipun sentimen positif meningkat, penguatan sektor konsumer belum tentu merata.
Pergerakan saham akan tetap selektif dan lebih ditentukan oleh katalis spesifik masing-masing emiten, seperti strategi harga, efisiensi opex, ekspansi gerai, hingga dinamika UMP 2026 dan volatilitas kurs.
Secara fundamental, Abida memprediksi bahwa kinerja keempat emiten tersebut akan stabil dan meningkat hingga akhir tahun 2025.
ICBP dinilai memiliki potensi untuk mencatat peningkatan kinerja yang paling signifikan.
Meskipun laba bersih pada 9 bulan pertama tahun 2025 turun 13% YoY akibat kerugian selisih kurs yang belum terealisasi, *operating margin* perseroan justru menguat menjadi 22,6%. Stabilitas nilai tukar rupiah diharapkan dapat mendorong *rebound* laba bersih ICBP ke depan.
AMRT juga diperkirakan akan tumbuh positif, dengan target pertumbuhan pendapatan sebesar 7% YoY pada tahun 2025.
Sementara itu, MYOR diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang moderat, sedangkan ERAA masih akan menghadapi tekanan dari tingginya suku bunga.
Rekomendasi Saham dari Para Analis
Berikut adalah rekomendasi saham dari para analis untuk sektor konsumer:
Abida (BRI Danareksa):
* ICBP – BUY, Target Price: Rp 11.500
* AMRT – BUY, Target Price: Rp 2.800
* MYOR – BUY, Target Price: Rp 2.850
Harry Su (Samuel Sekuritas):
* ICBP – BUY, Target Price: Rp 11.000
* AMRT – BUY, Target Price: Rp 2.400
* ERAA – BUY, Target Price: Rp 430
Abdul Azis (Kiwoom Sekuritas):
* ICBP – BUY, Target Price: Rp 11.450
“Risiko utama yang perlu diwaspadai tetaplah pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga gandum,” pungkas Azis.
Ringkasan
Sektor konsumen diprediksi akan mengalami momentum positif didorong oleh Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang optimis. Analis melihat PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) berpotensi diuntungkan. Namun, fluktuasi harga bahan baku utama dan nilai tukar rupiah tetap menjadi perhatian utama.
ICBP direkomendasikan sebagai pilihan utama dengan target harga yang bervariasi di sekitar Rp 11.000 – Rp 11.500. AMRT juga direkomendasikan dengan target harga sekitar Rp 2.400 – Rp 2.800. MYOR dan ERAA juga mendapatkan rekomendasi positif, meski tantangan seperti tekanan margin dan suku bunga tinggi masih perlu diwaspadai.