Muamalat.co.id – JAKARTA. Pemerintah sedang merancang aturan penting untuk masa depan Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang demutualisasi. Langkah ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang bertujuan untuk memodernisasi dan memperkuat pasar modal Indonesia.
Inti dari kebijakan ini adalah mengubah struktur kelembagaan BEI dari model kepemilikan mutual, di mana bursa sepenuhnya dimiliki oleh anggota bursa, menjadi perseroan yang kepemilikannya terbuka untuk pihak yang lebih luas. Transformasi ini diharapkan membawa angin segar bagi tata kelola dan daya saing BEI di kancah global.
Masyita Crystallin, Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan, menjelaskan bahwa demutualisasi adalah langkah strategis untuk memisahkan keanggotaan dan kepemilikan BEI. Pemisahan ini krusial untuk mengurangi potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul dalam struktur mutual.
“Ini adalah langkah strategis untuk mengurangi potensi benturan kepentingan, memperkuat tata kelola, meningkatkan profesionalisme, sekaligus mendorong daya saing global pasar modal Indonesia,” ungkap Masyita dalam keterangan resminya. Pernyataan ini menggarisbawahi ambisi pemerintah untuk membawa BEI ke standar internasional.
Demutualisasi sendiri bukanlah konsep baru dalam dunia pasar modal. Banyak bursa utama di dunia telah bertransformasi, meninggalkan struktur mutual. BEI termasuk dalam daftar sedikit bursa yang masih mempertahankan struktur ini. Bursa di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan India, telah lebih dulu menerapkan demutualisasi.
Transformasi ini memungkinkan BEI untuk memiliki tata kelola yang lebih profesional dan fleksibel dalam menghadapi dinamika pasar keuangan global yang terus berubah. Selain itu, struktur demutualisasi diharapkan dapat mendorong inovasi dalam produk dan layanan pasar modal, termasuk instrumen derivatif, Exchange-Traded Fund (ETF), serta instrumen pembiayaan untuk infrastruktur dan transisi energi. Pada akhirnya, inovasi ini akan meningkatkan kedalaman dan likuiditas pasar modal Indonesia.
“Melalui demutualisasi, kami ingin memastikan tata kelola BEI selaras dengan praktik terbaik internasional, sambil tetap menjaga kepentingan publik dan integritas pasar,” tegas Masyita.
Perlu Dukungan Ekosistem Pasar Modal yang Solid
Namun, demutualisasi bukanlah solusi instan. Masyita menekankan bahwa keberhasilan transformasi ini sangat bergantung pada penguatan ekosistem pasar modal secara keseluruhan, baik dari sisi penawaran (supply) maupun permintaan (demand).
Dari sisi penawaran, Masyita menyoroti masalah rendahnya porsi free float saham di BEI. Kondisi ini menyebabkan aktivitas perdagangan menjadi kurang aktif dan harga saham kurang mencerminkan kondisi pasar yang sebenarnya. Oleh karena itu, peningkatan free float menjadi kebijakan yang perlu dijalankan seiring dengan demutualisasi.
“Kebijakan demutualisasi harus diiringi penguatan ekosistem, termasuk peningkatan free float, agar dampaknya terhadap kedalaman dan likuiditas pasar modal benar-benar optimal,” jelasnya.
Sementara itu, dari sisi permintaan, Kementerian Keuangan menyiapkan serangkaian kebijakan untuk memperkuat peran investor institusional domestik, terutama lembaga pengelola dana pensiun. Salah satu langkahnya adalah penyempurnaan kebijakan mengenai mekanisme cut loss.
“Kebijakan cut loss akan memberikan kepastian bagi pengelola dana pensiun dalam berinvestasi, sehingga mereka dapat berperan sebagai anchor investor yang memperdalam pasar modal,” imbuhnya.
Belajar dari Sukses Transformasi Pasar Modal India
Dalam merancang strategi pengembangan pasar modal Indonesia, pemerintah juga melakukan studi banding dengan negara lain, salah satunya adalah India. Dalam satu dekade terakhir, India telah mencatatkan akselerasi pasar modal yang signifikan. Keberhasilan ini didorong oleh peningkatan tata kelola, partisipasi investor domestik melalui skema Systematic Investment Plan (SIP), bertambahnya jumlah dan kualitas emiten, serta pemanfaatan teknologi.
Sebagai hasilnya, kapitalisasi pasar modal India melonjak drastis dari sekitar US$ 1,56 triliun (72,86% PDB) pada tahun 2014 menjadi US$ 5,17 triliun (133,5% PDB) pada tahun 2024. Pengalaman India menunjukkan bahwa reformasi pasar modal yang berhasil sangat dipengaruhi oleh penguatan ekosistem, peningkatan partisipasi investor domestik, dan inovasi teknologi yang inklusif.
Penyusunan RPP Demutualisasi Melibatkan Banyak Pihak
Masyita memastikan bahwa RPP demutualisasi disusun secara bertahap melalui kajian teknis yang mendalam dan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Proses ini melibatkan regulator, SRO seperti BEI, pelaku industri pasar modal, serta pihak legislatif.
“Kami memastikan proses penyusunan RPP dilakukan secara cermat, transparan, dan partisipatif. Tujuannya strategis, yaitu memperkuat pasar modal sebagai sumber pembiayaan jangka panjang yang mampu mendorong transformasi ekonomi Indonesia menuju negara maju,” pungkasnya. RPP ini diharapkan menjadi fondasi kuat bagi pengembangan pasar modal Indonesia di masa depan.
Ringkasan
Pemerintah Indonesia sedang merancang Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai implementasi dari UU P2SK. Demutualisasi ini bertujuan mengubah struktur kepemilikan BEI dari mutual menjadi perseroan terbuka, untuk meningkatkan tata kelola dan daya saing global. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi potensi konflik kepentingan dan mendorong inovasi dalam produk serta layanan pasar modal.
Keberhasilan demutualisasi memerlukan penguatan ekosistem pasar modal secara keseluruhan, termasuk peningkatan free float saham dan peran investor institusional domestik. Pemerintah juga belajar dari keberhasilan transformasi pasar modal India yang didorong oleh tata kelola yang baik, partisipasi investor domestik, dan inovasi teknologi. Penyusunan RPP demutualisasi dilakukan secara cermat dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.