Ormas Kelola Tambang: Untung atau Buntung? Analisis Kepemilikan Saham

Muamalat.co.id JAKARTA – Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2025, yang merupakan turunan dari PP Nomor 39 Tahun 2025 (perubahan kedua atas PP Nomor 96/2021), membawa angin segar bagi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk terlibat dalam pengelolaan tambang mineral dan batu bara. Regulasi ini secara khusus mengatur peran ormas dalam sektor pertambangan.

Pasal 23 poin a nomor 2 dalam peraturan tersebut menjabarkan struktur kepemilikan saham yang menarik: ormas keagamaan yang terdaftar dalam sistem informasi pemerintah, berhak memiliki minimal 67% saham Badan Usaha (BU) yang akan mengelola tambang.

Changan Lumin Menggebrak! Cek Harga Mobil Listrik di Bawah Rp200 Juta

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, melihat adanya celah strategis dalam aturan ini. Menurutnya, meski ormas memegang mayoritas saham, peluang investasi dari pihak lain tetap terbuka lebar untuk mengembangkan potensi tambang.

Sebagai informasi, ormas yang terjun ke bisnis tambang wajib mengoperasikannya melalui Badan Usaha (BU) berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

“Pengaturan kepemilikan saham minimal 67% oleh ormas dalam bentuk PT ini adalah langkah yang tepat. Ini untuk memastikan ormas tetap menjadi pemegang kendali mutlak dalam perusahaan,” jelas Bisman kepada Kontan, Senin (24/11/2025).

Dengan kepemilikan saham yang signifikan ini, ormas tidak hanya mampu mengelola tambang, tetapi juga leluasa menggandeng investor lain dan menjalin kerjasama strategis. “Ini akan mempermudah ormas dalam membuat perencanaan yang matang dan melakukan aksi korporasi. Selain itu, ormas juga memiliki kejelasan mengenai batasan keterlibatan investor lain,” imbuhnya.

Namun, keberhasilan pengelolaan tambang ini sangat bergantung pada kinerja BU yang dibentuk oleh ormas. Kemampuan untuk memenuhi persyaratan dan mencapai kelayakan operasional akan menjadi kunci utama.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, berpendapat bahwa wewenang yang diberikan kepada ormas ini justru mengindikasikan keraguan akan kemampuan finansial ormas keagamaan dalam mengelola tambang secara mandiri.

“Ini membuktikan bahwa kondisi finansial ormas memang belum memadai untuk menggarap tambang. Bahkan dengan kepemilikan 67% saham badan usaha pun, operasional tambang belum tentu bisa berjalan lancar,” ungkap Bhima.

Bhima menekankan bahwa bisnis pertambangan memerlukan biaya yang sangat besar dan keahlian khusus. “Hal ini tidak sejalan dengan strategi pengembangan ormas. Sifatnya yang padat modal dikhawatirkan memaksa ormas untuk mencari pinjaman demi menjalankan kegiatan tambang,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Rizal Kasli, menjelaskan bahwa persentase kepemilikan saham tersebut bertujuan untuk mengamankan kendali perusahaan di tangan ormas.

“Kepemilikan mayoritas dipegang dan dikendalikan oleh ormas keagamaan. Dengan demikian, tujuan pemerintah untuk membantu ormas keagamaan dapat dipastikan akan tercapai,” kata Rizal.

Lebih lanjut, Rizal menjelaskan bahwa kemampuan ormas akan diuji melalui serangkaian komitmen, meliputi lima aspek penting:

1. Kesanggupan untuk membayar kompensasi data informasi (KDI).
2. Tidak memindahtangankan IUP (Izin Usaha Pertambangan) kepada pihak lain.
3. Tidak menjaminkan IUP, termasuk komoditas tambangnya, kepada pihak lain.
4. Menjamin komposisi kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan minimal 67% tidak terdilusi selama menjadi pemegang IUP.
5. Melaksanakan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan kaidah teknik pertambangan yang baik berdasarkan peraturan perundang-undangan.

“Kecukupan modal akan menjadi faktor penentu keberhasilan usaha yang dikelola. Misalnya, ada setoran dana yang disebut dana Kompensasi Data dan Informasi (KDI). Angkanya bervariasi, mulai dari puluhan miliar hingga ratusan miliar, tergantung pada luasan tambang dan perhitungan untuk menentukan KDI tersebut,” pungkasnya.

Kepengurusan Baru, BPH Migas Siapkan Ulang Skema Penyaluran BBM Subsidi

Ringkasan

Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2025 memungkinkan ormas keagamaan mengelola tambang mineral dan batu bara dengan kepemilikan saham minimal 67% pada Badan Usaha (BU) berbentuk PT. Aturan ini memberikan peluang bagi ormas untuk menjalin kerjasama strategis dengan investor lain, namun keberhasilan pengelolaan tambang bergantung pada kinerja BU yang dibentuk.

Beberapa pihak berpendapat bahwa pemberian wewenang ini mengindikasikan keraguan akan kemampuan finansial ormas dalam mengelola tambang secara mandiri, mengingat bisnis pertambangan memerlukan biaya besar dan keahlian khusus. Ormas juga harus memenuhi komitmen terkait pembayaran kompensasi data informasi (KDI), tidak memindahtangankan IUP, dan menjamin komposisi kepemilikan saham tidak terdilusi.

Leave a Comment