Harga Minyak Naik Lebih dari US$ 1 per Barel, Dipicu Aksi OPEC dan Serangan Ukraina

Muamalat.co.id HOUSTON. Harga minyak dunia mengalami lonjakan signifikan, naik lebih dari 1% pada hari Senin (1 Desember 2025). Pemicunya beragam, mulai dari serangan drone Ukraina, penutupan wilayah udara Venezuela oleh Amerika Serikat, hingga keputusan OPEC untuk mempertahankan tingkat produksi di kuartal pertama tahun 2026.

Kenaikan ini membawa minyak Brent ke level US$ 63,17 per barel, meningkat 79 sen atau 1,27%. Sementara itu, minyak mentah Amerika Serikat (WTI) juga mencatat kenaikan sebesar 77 sen atau 1,32%, mencapai harga US$ 59,32 per barel.

Pasar minyak saat ini diliputi ketidakpastian, terutama dipicu oleh potensi gangguan pasokan minyak dari Rusia. Situasi ini membuat para pelaku pasar sangat waspada dan berhati-hati dalam mengambil langkah.

Harga Minyak Melesat Lebih dari 1%, Eskpor Rusia Terancam Akibat Konflik Ukraina

“Pasar sangat sensitif terhadap kemungkinan hilangnya pasokan minyak Rusia,” ungkap John Kilduff, mitra Again Capital LLC. “Para investor terus memantau perkembangan kesepakatan antara Rusia dan Ukraina untuk memastikan kelancarannya.”

Di sisi lain, kekhawatiran mengenai potensi konflik antara AS dan Venezuela dianggap relatif kecil dibandingkan dengan fokus utama pada perang di Ukraina. “Saya tidak melihat banyak kekhawatiran berlebihan mengenai hilangnya pasokan dari Venezuela,” imbuh Kilduff.

Analis senior Price Futures Group, Phil Flynn, menyoroti bahwa serangan Ukraina dan komitmen produksi dari OPEC menjadi faktor utama yang mendorong kenaikan harga di perdagangan pagi New York.

“Serangan drone Ukraina terhadap armada bayangan Rusia, ditambah dengan keputusan OPEC mempertahankan tingkat produksi, menciptakan sentimen positif di pasar. Ini terjadi di tengah peningkatan permintaan minyak global, meskipun ada sentimen negatif terkait permintaan,” jelas Flynn.

Harga Minyak Naik 1% Didorong Permintaan AS dan Kebuntuan Negosiasi Rusia-Ukraina

Serangan Ukraina tidak hanya menargetkan infrastruktur energi, tetapi juga menghantam terminal ekspor Caspian Pipeline Consortium (CPC) di Novorossiysk, yang menyalurkan sekitar 1% pasokan minyak global.

Akibat serangan tersebut, satu dari tiga dermaga di terminal mengalami kerusakan, menyebabkan penghentian operasional sementara. Meskipun demikian, Chevron, salah satu pemegang saham CPC, memastikan bahwa proses muat tetap berjalan menggunakan dua dermaga yang tersisa. UBS meyakini bahwa serangan ini menjadi salah satu faktor utama pendorong kenaikan harga minyak.

Selain itu, aksi militer Ukraina di Laut Hitam juga menargetkan dua kapal tanker yang sedang menuju Novorossiysk. Sementara itu, OPEC dan sekutunya sebelumnya telah menunda rencana kenaikan produksi yang seharusnya dimulai pada awal November, langkah ini bertujuan untuk membatasi risiko kelebihan pasokan di pasar.

“Keputusan OPEC+ untuk mempertahankan target produksi memberikan sedikit kelegaan dan membantu menstabilkan ekspektasi pertumbuhan pasokan dalam beberapa bulan mendatang,” kata Anh Pham, analis senior LSEG.

Harga Minyak Melonjak Lebih dari 2% Setelah Pelabuhan Rusia Menangguhkan Ekspor Minyak

Sebelumnya, harga minyak Brent dan WTI mengalami penurunan selama empat bulan berturut-turut, periode terpanjang sejak tahun 2023. Penurunan ini disebabkan oleh ekspektasi peningkatan pasokan global yang menekan harga.

Penutupan wilayah udara Venezuela oleh AS, yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump, semakin menambah ketidakpastian di pasar. Venezuela, sebagai salah satu produsen minyak utama dunia, memiliki peran penting dalam stabilitas pasokan global. Trump mengklaim telah berbicara dengan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai isi pembicaraan tersebut.

Leave a Comment