Free Float Saham Naik Jadi 15%: Apa Dampaknya Bagi Investor?

Muamalat.co.id JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah berupaya memperdalam pasar modal dan meningkatkan likuiditas melalui peningkatan porsi saham free float. Langkah ini dinilai penting untuk menjadikan pasar modal Indonesia lebih kompetitif di mata investor.

Kepala Eksekutif Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Inarno Djajadi menjelaskan bahwa meskipun kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) tergolong besar dibandingkan bursa-bursa lain di kawasan, rata-rata porsi saham free float emiten di BEI masih tertinggal.

Menurut perhitungan OJK, rata-rata free float emiten di BEI saat ini berada di kisaran 23,90%. Angka ini masih di bawah Filipina yang memiliki rata-rata 41,18%. Perbedaan ini menjadi perhatian OJK untuk mendorong peningkatan.

Menilik Rencana OJK Menaikkan Free Float Menjadi 25%

Untuk memahami lebih detail, OJK membagi emiten ke dalam tiga kategori berdasarkan kapitalisasi pasar: small cap, mid cap, dan big cap.

Pada kelompok emiten dengan kapitalisasi pasar kecil (small cap), rata-rata free float berada di kisaran 23,58% yang berasal dari 729 emiten.

Sementara itu, untuk kategori medium cap, rata-rata free float berkisar 21,84% dari 174 emiten. Kemudian, emiten-emiten dengan kapitalisasi jumbo alias big cap memiliki rata-rata free float di kisaran 25,48% dari 50 emiten.

“Berdasarkan bobotnya, emiten big caps yang berisi 50 entitas mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 75%,” jelas Inarno dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR, Rabu (3/12/2025).

Inarno menekankan bahwa pengaturan free float sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal. Ketentuan ini diharapkan dapat meningkatkan likuiditas saham emiten.

BEI Siapkan Kenaikan Free Float ke 10%, OJK Target Akhir 25% Secara Bertahap

Lebih lanjut, Inarno menjelaskan mengenai ketentuan yang akan ditetapkan terkait free float. Pertama, adalah ketentuan mengenai Initial Free Float, yaitu jumlah free float pada saat perusahaan melakukan Penawaran Umum Saham Perdana atau Initial Public Offering (IPO).

“Kebijakan saat ini didasarkan pada nilai ekuitas, namun kami mengusulkan yang baru menggunakan kapitalisasi pasar dengan tingkatan (tiering),” jelas Inarno.

Kedua, adalah ketentuan mengenai continuing obligation. Saat ini, perusahaan tercatat wajib memiliki free float minimal 7,5%. Batasan inilah yang akan dinaikkan oleh OJK menjadi kisaran 10%–15%.

“Emiten dengan initial free float wajib mempertahankannya selama satu tahun pasca IPO. Masa transisi continuing obligation adalah empat tahun. Untuk emiten yang sudah listing, masa transisi continuing obligation adalah tiga tahun,” pungkasnya. Dengan langkah-langkah ini, OJK berharap dapat mendorong peningkatan free float secara bertahap demi pasar modal yang lebih likuid dan menarik.

Ringkasan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya meningkatkan likuiditas pasar modal Indonesia dengan menaikkan porsi saham free float. Saat ini, rata-rata free float emiten di BEI masih di bawah negara lain seperti Filipina. OJK membagi emiten ke dalam kategori small cap, mid cap, dan big cap untuk penyesuaian kebijakan.

OJK berencana menaikkan batasan free float minimal menjadi 10%-15% untuk perusahaan yang sudah tercatat di bursa. Emiten dengan initial free float wajib mempertahankannya selama satu tahun setelah IPO. Masa transisi untuk emiten yang sudah terdaftar adalah tiga tahun, dengan harapan meningkatkan free float secara bertahap.

Leave a Comment