JAKARTA — Pertumbuhan laba di pasar saham Indonesia diproyeksikan akan pulih signifikan pada tahun 2026, setelah menghadapi tekanan pada tahun ini. Hal ini disampaikan oleh Henry Wibowo, Head of Indonesia Research & Strategy JP Morgan Indonesia, yang memperkirakan laba perusahaan di pasar modal tanah air berpotensi tumbuh hingga 10 persen.
Henry mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, rata-rata pertumbuhan laba perusahaan tercatat minus 5 persen, sebuah angka yang lemah akibat daya beli masyarakat yang masih cukup lesu. Namun, prospek untuk tahun depan jauh lebih cerah, dengan ekspektasi pertumbuhan antara 5 hingga 10 persen. Proyeksi optimis ini disampaikan dalam konferensi “Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Pasar Saham Indonesia pada 2025” yang digelar di Jakarta Selatan pada Kamis (4/9/2025).
Ekspektasi pemulihan pertumbuhan laba ini didasarkan pada asumsi kuat bahwa belanja pemerintah akan digelontorkan secara efektif. Kebijakan ini diharapkan dapat memicu peningkatan konsumsi masyarakat, yang menjadi motor penggerak utama ekonomi. “Jika belanja pemerintah dapat dieksekusi dengan baik, kami optimistis sektor-sektor besar seperti perbankan dan konsumen akan mampu rebound,” jelas Henry, seraya menambahkan bahwa pemulihan ini dapat menutup kesenjangan yang terjadi saat ini.
Lebih lanjut, Henry memprediksi bahwa saham-saham lapis dua akan menunjukkan pertumbuhan lebih dahulu. Sementara itu, saham lapis satu atau blue chip kemungkinan masih cenderung datar pada awalnya. Namun, seiring berjalannya sentimen positif sesuai prediksi, saham-saham unggulan ini diperkirakan akan menyusul dan turut mendorong pertumbuhan laba secara keseluruhan.
Dalam kesempatan yang sama, Gioshia Ralie, CEO & Senior Country Officer JP Morgan Indonesia, memberikan gambaran kondisi terkini. Hingga kuartal II 2025, hanya dua sektor yang mencatat pertumbuhan laba positif, yakni real estate dan healthcare. Sektor-sektor lain masih mencatat pertumbuhan negatif, sebuah indikasi bahwa profit perusahaan di bursa sangat tertekan oleh berbagai faktor eksternal.
Gioshia merinci bahwa tekanan ini disebabkan oleh beberapa sentimen negatif, termasuk volatilitas rupiah, tingginya suku bunga, serta melemahnya daya beli masyarakat. Kondisi ini secara kolektif mencerminkan bahwa laba perusahaan-perusahaan di bursa saham sangat rentan terhadap gejolak makroekonomi dan penurunan konsumsi.
Meski demikian, terdapat harapan kuat untuk pembalikan tren. Gioshia menyatakan optimismenya bahwa dengan upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, menurunkan suku bunga, serta meningkatkan daya beli masyarakat, pertumbuhan laba perusahaan di pasar modal Indonesia akan kembali meningkat secara signifikan di masa mendatang.
Ringkasan
Pertumbuhan laba perusahaan di pasar saham Indonesia diperkirakan akan pulih pada tahun 2026 dengan potensi pertumbuhan 5-10 persen, setelah mengalami tekanan pada tahun 2025 yang diperkirakan minus 5 persen. Pemulihan ini didorong oleh ekspektasi belanja pemerintah yang efektif, yang diharapkan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat dan memicu rebound pada sektor perbankan dan konsumen.
Hingga kuartal II 2025, hanya sektor properti dan kesehatan yang mencatat pertumbuhan laba positif, sementara sektor lain masih mengalami pertumbuhan negatif akibat volatilitas rupiah, suku bunga tinggi, dan daya beli masyarakat yang melemah. Meskipun demikian, optimisme tetap ada jika pemerintah mampu menstabilkan rupiah, menurunkan suku bunga, dan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan laba perusahaan di pasar modal Indonesia dapat kembali meningkat.