
Muamalat.co.id JAKARTA. Pergerakan harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) kembali menarik perhatian investor setelah ditutup menguat pada akhir pekan ini.
Hingga penutupan perdagangan Jumat (12/9), saham BBCA berhasil melonjak 0,96% dan ditutup di level Rp 7.925 per saham. Kenaikan ini turut diikuti oleh derasnya aliran dana investor asing yang kembali masuk ke saham bank swasta terbesar di Indonesia tersebut. Pada perdagangan akhir pekan lalu, BBCA mencatatkan net foreign buy senilai Rp 121,14 miliar, menandakan kepercayaan investor global terhadap prospek perseroan.
Namun, jika ditarik dalam rentang waktu sepekan, saham BBCA masih mencatatkan koreksi sekitar 0,94%. Hal ini disebabkan oleh tekanan jual yang cukup tajam di awal pekan, meskipun berhasil ditutup menguat menjelang akhir pekan.
Prospek Fundamental BBCA
Melihat lebih jauh ke dalam, prospek fundamental BBCA dinilai sangat solid. Analis Trimegah Sekuritas, Jonathan Gunawan, menjelaskan bahwa Bank Central Asia (BCA) dikenal luas memiliki model bisnis yang prudent dan konservatif. Pendekatan ini tercermin dalam penyusunan rencana bisnis yang hati-hati, menjadikan bank ini kerap mencapai atau bahkan melampaui target, baik dari sisi penyaluran kredit maupun pertumbuhan laba bersih.
Beban Bunga Naik 7,6% di Juli 2025, BCA Optimalkan CASA Buat Dongkrak Pendapatan
Pertumbuhan Kredit Produktif
Jonathan mencontohkan, manajemen BCA tetap berpegang pada pedoman target pertumbuhan kredit 6% hingga 8% untuk tahun 2025. Padahal, pada semester I-2025 saja, pertumbuhan kredit BBCA sudah mencapai angka impresif 12,9%. “Jadi target kredit dari manajemen besar kemungkinan akan tercapai, bahkan terlampaui,” ujarnya pada Jumat (12/9).
Jika dirinci lebih dalam, lonjakan kredit produktif BCA pada semester I-2025 didominasi oleh beberapa sektor kunci. Segmen korporasi tumbuh pesat 16,1% (yoy), diikuti segmen komersial yang naik 12,6%, dan segmen SME (Small and Medium-sized Enterprise) yang meningkat 11,1%. Sementara itu, sektor konsumer juga menunjukkan pertumbuhan yang moderat sebesar 7,6%.
Lebih menarik lagi, Jonathan menambahkan, pertumbuhan kredit SME BCA jauh di atas rata-rata industri perbankan. Fenomena ini, menurutnya, didorong oleh strategi BCA yang agresif dalam mengambil alih (take over) portofolio kredit SME berkualitas baik. “Price kredit SME BCA cukup kompetitif sehingga market share di SME bisa tumbuh di antara industri perbankan,” tambahnya.
Likuiditas Ample dan CASA Dominan
Dari sisi pendanaan, likuiditas BBCA menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Komposisi CASA BCA (Current Account Saving Account) mencapai Rp 982 triliun, atau setara dengan 82,5% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK). Rasio pinjaman terhadap deposito (LDR) berada di level 78%. Sementara itu, total cadangan sekunder dan efek yang dapat diperjualbelikan (secondary reserves & marketable securities) BBCA mencapai Rp 433 triliun, atau sekitar 29% dari total aset.
“Likuiditas BBCA sangat ample sehingga tidak perlu terlibat dalam kompetisi bunga deposito yang ketat. Likuiditas ini juga lebih dari cukup untuk mendukung ekspansi kredit,” jelas Jonathan, menegaskan posisi BCA yang unggul dalam pengelolaan dana.
Kinerja Semester I-2025
Secara keseluruhan, kinerja keuangan BCA pada semester I-2025 sangat menggembirakan. Bank Central Asia berhasil mencatat laba bersih Rp 29 triliun, menunjukkan pertumbuhan solid 8% secara tahunan (year-on-year). Kenaikan ini didorong oleh beberapa faktor kunci:
-
Pendapatan bunga bersih (Net Interest Income – NII) naik 7%, menunjukkan efisiensi dalam pengelolaan aset dan liabilitas.
-
Pendapatan non-bunga (Non-interest income BBCA) melonjak signifikan 10,6%, didukung oleh peningkatan pendapatan berbasis biaya (fee-based income) dan pendapatan perdagangan (trading income).
-
Rasio kredit bermasalah (NPL BBCA) tetap terjaga di level rendah 2,2%, menunjukkan kualitas aset yang sangat baik, dengan rasio cakupan (coverage ratio) yang kuat sebesar 167%.
Menurut Jonathan, kondisi ekonomi makro yang diproyeksikan membaik pada semester II-2025 akan menjadi katalis positif bagi peningkatan kualitas kredit di sektor perbankan, termasuk BBCA. “Bila kualitas kredit membaik, maka pencadangan bisa dikurangi di semester II sehingga memberi ruang lebih pada pertumbuhan laba. Hal ini sesuai dengan pernyataan manajemen yang menyatakan pencadangan akan dijaga pada level cukup,” pungkasnya, memberikan pandangan optimis terhadap prospek BBCA ke depan.