Muamalat.co.id – Dalam sebuah langkah yang mengejutkan pasar, The Federal Reserve (The Fed) untuk pertama kalinya di tahun ini memangkas suku bunga acuannya. Keputusan untuk menurunkan federal funds rate (FFR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4 hingga 4,25 persen ini merupakan respon terhadap melemahnya pasar tenaga kerja AS. Langkah tersebut, yang sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar di Wall Street, memberikan sinyal kuat bahwa penurunan suku bunga lebih lanjut akan segera menyusul.
FOMC, atau Federal Open Market Committee, mengindikasikan kemungkinan adanya setidaknya dua kali penurunan suku bunga tambahan, masing-masing sebesar 25 bps, sebelum akhir tahun. Kebijakan yang lebih longgar ini mencerminkan perubahan prioritas The Fed. Risiko pelemahan pasar tenaga kerja kini dianggap lebih mendesak daripada potensi lonjakan inflasi akibat kebijakan tarif impor sebelumnya.

Gubernur The Fed, Jerome Powell, menjelaskan keputusan ini sebagai tindakan manajemen risiko. “Pasar tenaga kerja telah melemah,” ujarnya dalam rapat FOMC pada Rabu (17/9) waktu setempat, seperti dikutip Financial Times. “Kemungkinan terjadinya lonjakan inflasi yang berkepanjangan kini lebih kecil.” Langkah ini, menurut Powell, merupakan pemangkasan suku bunga pertama sejak Desember 2024 (harus diperbaiki menjadi 2018/2019, data dari artikel asli tidak tepat).
Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri, mengamini pandangan tersebut. Ia menyatakan kepada Jawa Pos pada Kamis (18/9) bahwa pemangkasan FFR mencerminkan kekhawatiran yang meningkat terhadap kondisi ketenagakerjaan di AS. The Fed sendiri mengakui adanya moderasi aktivitas ekonomi, perlambatan pertumbuhan lapangan kerja, dan kenaikan inflasi kembali, di tengah ketidakpastian prospek ekonomi dan peningkatan risiko penurunan di sektor ketenagakerjaan.
Meskipun demikian, The Fed merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun 2025 menjadi 1,6 persen dari sebelumnya 1,4 persen (Juni lalu). Proyeksi untuk tahun 2026 menunjukkan suku bunga acuan diperkirakan akan turun lebih dalam, namun dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi. Asmoro melihat hal ini sebagai indikasi potensi soft landing, yaitu pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dengan tren inflasi yang menurun.
Kekhawatiran awal terkait inflasi akibat kebijakan perdagangan kini telah mereda, digantikan oleh fokus pada perlambatan ekonomi dan potensi peningkatan pengangguran. Powell menegaskan bahwa keputusan kebijakan moneter The Fed akan tetap bergantung pada data terbaru. Menariknya, indeks dolar AS (USD) terhadap mata uang negara maju (DXY) tetap stabil di level 96,8, menunjukkan pasar telah mengantisipasi pemangkasan FFR. Bursa saham AS pun menunjukkan reaksi yang beragam, dengan Dow Jones naik 0,5 persen dan S&P 500 turun tipis 0,1 persen.
Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, pemangkasan suku bunga The Fed diharapkan memberikan dukungan jangka pendek terhadap nilai tukar mata uang. Asmoro memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan bergerak di kisaran Rp 16.400-Rp 16.500 per USD. Ia juga menambahkan bahwa imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia berpotensi turun ke kisaran 6,25-6,35 persen, seiring dengan penurunan imbal hasil obligasi AS.
Ringkasan
The Federal Reserve (The Fed) secara mengejutkan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4-4,25%, merespon melemahnya pasar tenaga kerja AS. Keputusan ini diproyeksikan diikuti oleh dua kali penurunan suku bunga lagi, mencerminkan prioritas baru The Fed yang lebih fokus pada risiko pelemahan pasar kerja dibanding inflasi. Gubernur The Fed, Jerome Powell, menyebutnya sebagai manajemen risiko.
Pemangkasan ini diperkirakan akan memberikan dukungan jangka pendek terhadap nilai tukar Rupiah, dengan prediksi berkisar Rp 16.400-Rp 16.500 per USD. Bank Mandiri memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia juga akan turun. Meskipun The Fed merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk 2025, fokus utama tetap pada perlambatan ekonomi dan potensi peningkatan pengangguran di AS.