JAKARTA – Keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 4,75% dipandang sebagai sinyal positif yang dapat memicu geliat ekspansi ekonomi, terutama bagi sektor multifinance dan leasing. Langkah strategis ini diharapkan membuka peluang baru bagi pertumbuhan industri pembiayaan di Tanah Air.
Pengamat dan praktisi industri pembiayaan terkemuka, Jodjana Jody, menggarisbawahi bahwa langkah penurunan BI Rate ini selaras dengan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), yang juga memangkas suku bunga acuannya ke level 4,00%-4,25%. Menurut Jody, kondisi global dan domestik menunjukkan inflasi yang terkendali, menciptakan momentum ideal untuk mendorong ekspansi ekonomi yang lebih luas. “Dengan suku bunga yang lebih rendah, ekspektasinya adalah daya beli konsumen akan meningkat dan memicu kegiatan belanja,” ujar Jody kepada Bisnis, yang dikutip Sabtu (20/9/2025). Ia menambahkan, keputusan Bank Indonesia ini turut sejalan dengan kebijakan Menteri Keuangan yang menyuntikkan dana sebesar Rp200 triliun ke bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dari Sisa Anggaran Lebih (SAL).

: BCA Finance Raih The Best Performance Multifinance di Bisnis Indonesia Financial Awards (BIFA) 2025
Jodjana menjelaskan bahwa efek penurunan suku bunga acuan terhadap perusahaan multifinance biasanya baru terasa optimal dalam kurun waktu dua hingga tiga bulan ke depan. Namun, ia menegaskan bahwa dampaknya sangat bergantung pada struktur pendanaan (funding structure) masing-masing perusahaan. “Perusahaan multifinance seringkali telah terikat dengan fasilitas term loan yang bunganya tidak dapat serta-merta diubah. Harapannya, ketika ada pengajuan term loan baru, mereka dapat memperoleh bunga pendanaan perbankan yang lebih kompetitif,” paparnya.
: : Pembiayaan Modal Kerja jadi Tulang Punggung Pertumbuhan Multifinance
Ia melanjutkan harapannya agar penurunan BI Rate ini mampu mendongkrak volume pembiayaan di seluruh industri multifinance. Meski demikian, Jodjana mengakui bahwa sisa waktu di penghujung tahun 2025 cukup terbatas untuk merasakan dampak signifikan. “Secara keseluruhan, dampaknya mungkin akan relatif minim hingga akhir tahun ini. Kita berharap penuh agar tahun 2026 dapat menghadirkan iklim yang lebih bergairah,” ungkapnya. Lebih jauh, ia juga menyoroti potensi suku bunga rendah untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mengakses pinjaman, dengan catatan bahwa proses administrasinya perlu disederhanakan, sesuai semangat POJK No. 19/2025.
: : Catatan Pengamat agar Multifinance Jaga Kualitas Pembiayaan Alat Berat
Sebagai informasi tambahan, POJK No. 19/2025 merupakan regulasi yang mengamanatkan bank dan lembaga keuangan nonbank (LKBN) untuk mempermudah akses pembiayaan bagi UMKM, namun tetap dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa pemberlakuan regulasi ini akan memungkinkan bank dan LKBN menyediakan produk keuangan yang lebih sesuai dengan kebutuhan spesifik UMKM.
Penurunan BI Rate ini sendiri telah diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) yang berlangsung pada tanggal 16 hingga 17 September 2025. “Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 16 dan 17 September 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate menjadi 4,75%,” demikian pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai RDG BI, Rabu (17/9/2025). Dalam pengumuman resminya, bank sentral juga mengumumkan penyesuaian suku bunga lainnya, yakni penurunan suku bunga Deposit Facility menjadi 4,00% dan suku bunga Lending Facility menjadi 5,50%.