Muamalat.co.id JAKARTA. Rupiah menunjukkan taji di pasar spot pada hari Jumat (21/11/2025), menguat tipis 0,12% menjadi Rp16.716 per dolar AS. Penguatan ini juga tercermin pada kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang naik 0,14% ke level Rp16.719 per dolar AS, dibandingkan posisi hari Kamis (20/11) di Rp16.742 per dolar AS.
Namun, perjalanan rupiah sepanjang pekan diwarnai fluktuasi, lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen eksternal yang mendominasi pasar.
Meskipun sempat terkoreksi di penghujung pekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menunjukkan tren yang menggembirakan.
Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures, mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah yang terjadi masih merupakan imbas dari kombinasi tekanan global yang kuat.
“Sikap hawkish The Fed, rilis data ekonomi AS pasca berakhirnya shutdown pemerintah, serta gejolak di pasar ekuitas terkait isu bubble AI, semuanya berkontribusi pada tekanan terhadap rupiah,” jelas Lukman kepada KONTAN.
Di sisi lain, kabar baik datang dari dalam negeri, khususnya dari data likuiditas perekonomian yang memberikan sedikit angin segar.
Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, berpendapat bahwa pertumbuhan uang beredar dan Aktiva Dalam Negeri Bersih (ADNB) memberikan sinyal positif bagi geliat aktivitas ekonomi.
“Apresiasi rupiah ini didukung oleh data uang beredar dari Bank Indonesia (BI) yang tetap menunjukkan pertumbuhan positif,” imbuh Josua.
Secara keseluruhan, apresiasi rupiah dalam sepekan hanya mencapai angka tipis, sekitar 0,02%. Josua menilai bahwa kondisi ini wajar mengingat meningkatnya ketidakpastian global, terutama setelah rilis ulang data pasar tenaga kerja AS yang memberikan sinyal beragam.
Selain itu, penundaan rilis sejumlah data penting akibat shutdown di AS turut memperkeruh suasana, membuat ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada bulan Desember mendatang menjadi kurang solid.
Bumi Resources (BUMI) juga baru-baru ini melakukan perombakan susunan direksi dan komisaris.
Prospek Rupiah Pekan Depan
Menatap pekan depan, Lukman memprediksi bahwa rupiah masih rentan terhadap tekanan, mengingat minimnya katalis positif baik dari dalam maupun luar negeri yang dapat memberikan dorongan.
“Kemungkinan akan ada rilis data PCE AS yang sebelumnya tertunda. Jika pasar ekuitas kembali mengalami penurunan, rupiah berpotensi semakin terbebani,” ungkapnya.
Lukman memproyeksikan bahwa nilai tukar rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp16.600–Rp16.900 per dolar AS.
Senada dengan Lukman, Josua juga berpendapat bahwa pergerakan rupiah pada pekan depan cenderung terbatas, berkisar antara Rp16.650–Rp16.775 per dolar AS. Pergerakan ini, menurut Josua, akan sangat bergantung pada arah data ekonomi AS dan ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed menjelang pertemuan FOMC di bulan Desember.
Ringkasan
Rupiah menguat tipis pada akhir pekan, namun secara keseluruhan pergerakannya fluktuatif dipengaruhi sentimen eksternal seperti sikap hawkish The Fed, data ekonomi AS, dan isu bubble AI. Data likuiditas perekonomian dalam negeri memberikan sedikit angin segar, namun apresiasi rupiah secara mingguan sangat tipis karena ketidakpastian global dan penundaan rilis data penting AS.
Untuk pekan depan, rupiah diprediksi masih rentan terhadap tekanan karena minimnya katalis positif. Rilis data PCE AS yang tertunda dan potensi penurunan pasar ekuitas dapat membebani rupiah. Proyeksi nilai tukar rupiah berada dalam kisaran Rp16.600–Rp16.900 per dolar AS, sangat bergantung pada data ekonomi AS dan ekspektasi kebijakan The Fed.