Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) buka suara soal isu ijon pajak yang mencuat menjelang akhir tahun. Ijon pajak merupakan praktik meminta wajib pajak untuk menyetor kewajiban pajaknya lebih awal di tahun berjalan, meski pajak tersebut baru terutang pada tahun berikutnya.
Dirjen Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto mengatakan, yang dilakukan DJP saat ini bukan ijon pajak namun menggunakan istilah dinamisasi pajak. Bimo menjelaskan, dinamisasi pajak pada dasarnya sesuai dengan ketentuan Pasal 25 ayat 6 Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
“Ini prinsipnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 itu yang dibayar sendiri oleh wajib pajak didasarkan pada kinerja Y-1 jadi tahun sebelumnya,” kata Bimo dalam konferensi pers APBN KiTA Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis (18/12).
Dengan adanya aturan tersebut, DJP memiliki kewenangan untuk melakukan penyesuaian besaran angsuran PPh. Hal ini dilakukan dalam rangka penyesuaian terhadap adanya penghasilan-penghasilan yang memiliki pola berbeda dengan tahun sebelumnya.
Selain itu juga adanya beberapa penghasilan dari wajib pajak yang sifatnya tidak teratur, termasuk adanya perubahan kegiatan usaha. Hal ini termasuk peningkatan bisnis dari wajib pajak.
“Hal ini dimaksudkan supaya angsuran wajib pajak di dalam tahun berjalan ini sedapat mungkin bisa diupayakan mendekati jumlah pajak yang memang seharusnya terutang di akhir tahun,” ujar Bimo.
Ia mengatakan, hal tersebut diberlakukan agar beban wajib pajak dapat berkurang, khususnya saat penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) pada 2026.
Saat ini, penerimaan pajak hingga November 2025 baru mencapai Rp 1.634,43 triliun. Angka ini masih jauh dari target APBN 2025 yang seharusnya bisa tembus Rp 2.189,31 triliun.
Penerimaan pajak per November 2025 ini masih lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yakni Rp 1.688,64 triliun. Dengan begitu, penerimaan pajak masih terkontraksi 3,21% pada November 2025.