JAKARTA – Di tengah lanskap ekonomi global yang terus bergejolak, mengambil keputusan investasi memang menjadi semakin menantang. Fluktuasi pasar dan ketidakpastian dapat dengan mudah mengganggu pencapaian tujuan keuangan jangka panjang, bahkan menghambat rencana yang telah disusun dengan cermat. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan pola pikir yang tepat untuk menavigasi kondisi ini.
Menyikapi hal ini, Perencana Keuangan Finante Evelin Candratio memberikan penekanan khusus pada pentingnya fokus pada tujuan investasi jangka panjang. Ia menyarankan investor untuk menghindari keputusan impulsif yang sering kali didorong oleh fluktuasi pasar jangka pendek dan untuk senantiasa memperkuat riset mandiri. Hal ini krusial demi memastikan setiap rekomendasi investasi didukung oleh data dan analisis yang solid.
“Terpenting jangan terpancing FOMO [fear of missing out]. Pasar investasi saat ini sangat dinamis dan mudah memicu emosi, terutama di era media sosial,” jelas Evelin. Ia menambahkan bahwa strategi investasi yang paling esensial adalah tetap rasional dan konsisten berpegang pada rencana investasi yang telah dirancang dengan matang. Pendekatan ini menjadi benteng pertahanan dari godaan tren sesaat.
Lebih lanjut, Evelin menegaskan bahwa diversifikasi investasi adalah kunci utama untuk membangun portofolio yang tangguh dan stabil di tengah ketidakpastian geopolitik global serta potensi perlambatan ekonomi. Dengan menyebarkan investasi ke berbagai kelas aset, risiko dapat diminimalisir dan peluang pertumbuhan tetap terjaga.
Ia menyarankan, pertama, menjadikan aset safe haven sebagai komponen dominan dalam portofolio investasi. Aset berisiko rendah seperti emas, obligasi pemerintah (SBN), deposito, dan reksa dana pasar uang, berfungsi sebagai bantalan pelindung saat pasar saham atau aset berisiko tinggi lainnya mengalami koreksi. Kategori aset ini menawarkan stabilitas penting di saat krisis.
“Emas memiliki prospek yang sangat cerah di tengah tren penurunan suku bunga dan melemahnya dolar AS. Emas sangat ideal untuk investasi jangka panjang sebagai pelindung nilai terhadap inflasi dan gejolak pasar,” ungkap Evelin, menyoroti daya tarik logam mulia ini.
Berdasarkan prediksi harga global dan proyeksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga emas domestik diperkirakan dapat menyentuh angka Rp2.150.000 hingga Rp2.250.000 per gram di akhir tahun 2025. Proyeksi ini mengindikasikan adanya potensi kenaikan harga yang cukup signifikan dari level saat ini, memperkuat posisi emas sebagai pilihan investasi yang menarik.
Kedua, untuk menjaga momentum pertumbuhan portofolio, Evelin menyarankan untuk tetap mengalokasikan sebagian investasi pada aset berisiko menengah. Ini bisa berupa saham blue chip dari sektor-sektor yang fundamentalnya kokoh, reksa dana pendapatan tetap, atau reksa dana campuran yang menawarkan keseimbangan antara risiko dan potensi imbal hasil.
Evelin menjelaskan, “Meskipun pasar saham memiliki potensi volatilitas, beberapa sektor di pasar domestik tetap menunjukkan prospek yang cerah. Misalnya, sektor perbankan dan keuangan, khususnya bank-bank besar, cenderung sangat stabil dan solid. Mereka menjadi pilihan yang aman karena didukung oleh fundamental yang kuat serta pembagian dividen yang rutin.”
Selain perbankan, sektor konsumer juga layak dicermati, terutama dengan memperhatikan kondisi daya beli masyarakat. Permintaan akan produk konsumer esensial cenderung stabil, bahkan di tengah gejolak ekonomi, menjadikannya pilihan investasi yang relatif defensif.
Tak hanya itu, sektor energi dan infrastruktur juga menawarkan daya tarik. Dengan fokus pemerintah pada percepatan pembangunan infrastruktur dan transisi energi, terdapat peluang investasi jangka panjang yang signifikan di kedua sektor tersebut, yang dapat memberikan keuntungan berkelanjutan.
Terakhir, bagi investor yang masih memiliki ‘uang dingin’ dan bersedia mengambil risiko lebih tinggi, Evelin menyarankan untuk mempertimbangkan beberapa kelas aset berisiko tinggi. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan potensi keuntungan maksimal yang mungkin tidak didapat dari aset konservatif.
Sebagai contoh, ini bisa mencakup saham dari sektor-sektor yang sedang mengalami pertumbuhan pesat (booming), seperti teknologi AI, energi terbarukan, atau kesehatan. “Instrumen terkait kripto juga bisa menjadi pilihan, namun dengan alokasi yang sangat kecil saja, mengingat volatilitasnya yang tinggi,” pungkasnya, menekankan pentingnya kehati-hatian dalam alokasi aset berisiko tinggi.
Ringkasan
Di tengah pasar yang bergejolak, perencana keuangan menekankan pentingnya fokus pada tujuan investasi jangka panjang dan menghindari keputusan impulsif yang didorong oleh fluktuasi pasar. Diversifikasi investasi menjadi kunci utama untuk membangun portofolio yang tangguh dengan menyebarkan investasi ke berbagai kelas aset untuk meminimalisir risiko.
Aset safe haven seperti emas, obligasi pemerintah (SBN), dan reksa dana pasar uang disarankan sebagai komponen dominan portofolio. Sebagian investasi juga dapat dialokasikan pada aset berisiko menengah seperti saham blue chip sektor perbankan dan konsumer. Investor yang bersedia mengambil risiko lebih tinggi dapat mempertimbangkan aset berisiko tinggi seperti saham sektor teknologi AI atau kripto dengan alokasi yang sangat kecil.