IPO Asia Tenggara 2026: Peluang Investasi & Keunggulan Indonesia

Muamalat.co.id – JAKARTA. Prospek pasar initial public offering (IPO) atau penawaran umum perdana saham di kawasan Asia Tenggara masih menunjukkan sinyal positif dan diperkirakan tetap cerah hingga tahun 2026.

Deloitte, dalam laporan terbarunya, menyoroti bahwa perbaikan kondisi pasar menjadi perhatian utama bagi calon emiten. Mereka kini lebih cermat dalam mengamati perkembangan pasar modal untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk melantai di bursa.

Tay Hwee Ling, Capital Markets Services Leader Deloitte Southeast Asia, mengungkapkan, “Tujuannya adalah memaksimalkan valuasi dan memanfaatkan likuiditas yang selama ini tertahan, sehingga membuka potensi nilai yang belum terealisasi.” Pernyataan ini disampaikan dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Minggu (23/11/2025).

Demutualisasi Jadi Babak Baru Transformasi Bursa Efek Indonesia

Indonesia dan Malaysia Memimpin Aktivitas IPO di Asia Tenggara

Sepanjang tahun 2025, Deloitte mencatat bahwa Indonesia dan Malaysia memimpin dalam hal volume IPO di kawasan Asia Tenggara.

Di Indonesia sendiri, tercatat ada 24 IPO dengan total perolehan dana mencapai US$ 921 juta, atau setara dengan Rp 15,35 triliun.

Sektor energi dan sumber daya menjadi primadona dalam perolehan dana IPO, terutama dari perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas, energi terbarukan, serta jasa pendukung pertambangan.

ICBP Jadi Primadona: Ini Daftar Rekomendasi Saham Konsumer di Akhir 2025

Kontribusi terbesar berasal dari dua IPO dengan nilai jumbo:

* PT Merdeka Gold Resource Tbk (EMAS): US$ 279 juta (Rp 4,65 triliun)
* PT Chandra Data Investasi Tbk (CDIA): US$ 144 juta (Rp 2,4 triliun)

Sektor real estat menyusul di posisi berikutnya, didorong oleh pencatatan saham PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK). Kemudian, sektor konsumsi juga mencatatkan kinerja positif, dipimpin oleh PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI).

Tay menambahkan bahwa aktivitas IPO di Indonesia didukung oleh beragam sektor, mulai dari industri, energi, konsumsi, hingga layanan kesehatan.

Investor menunjukkan ketertarikan yang besar pada perusahaan dengan fundamental yang solid, prospek pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan, serta dukungan dari kebijakan pemerintah.

“Sektor infrastruktur dan energi, khususnya energi terbarukan, juga mengalami peningkatan minat seiring dengan banyaknya proyek strategis dan percepatan transisi menuju energi bersih (toward clean energy),” jelasnya.

Cermati Rekomendasi Saham Konsumer: AMRT, MYOR, ICBP, dan ERAA untuk Senin (24/11)

Sentimen Membaik, Namun Tantangan Tetap Mengintai

Meskipun sentimen pasar menunjukkan perbaikan setelah Pemilu 2024, investor tetap berhati-hati dalam menghadapi tekanan makroekonomi seperti penurunan harga komoditas, ketegangan perdagangan global, serta penyesuaian tenaga kerja.

Deloitte memproyeksikan bahwa pipeline IPO pada kuartal IV-2025 akan diisi oleh perusahaan-perusahaan dari sektor teknologi, logistik, dan jasa keuangan.

Namun, minat investor yang signifikan hanya akan muncul jika perusahaan-perusahaan tersebut mampu menunjukkan profitabilitas dan ketahanan bisnis yang kuat.

Sementara itu, dari segi jumlah IPO, Malaysia memimpin dengan 48 perusahaan yang melantai di bursa, dengan total dana yang berhasil dihimpun mencapai US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 18,33 triliun. Sebagian besar IPO ini berasal dari pasar ACE Market.

Prospek IPO Indonesia 2026 Cerah, Ini Sektor Unggulan yang Menarik bagi Investor

Kondisi Regional Semakin Solid

Hingga pertengahan November 2025, terdapat total 102 IPO yang tercatat di enam bursa utama di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Total dana yang berhasil dihimpun mencapai US$ 5,6 miliar atau sekitar Rp 93,3 triliun.

Meskipun jumlah IPO mengalami penurunan, total dana yang dihimpun justru melonjak sebesar 53% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Peningkatan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk ukuran transaksi yang lebih besar, pergeseran dinamika sektor, dan kinerja bursa yang stabil di Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.

“Terjadi peningkatan IPO bernilai tinggi di sektor real estat data, jasa keuangan, dan konsumer,” ungkap Deloitte dalam laporannya.

Kinerja Terus Membaik, GOTO Diproyeksikan Kian Dekat Mencetak Keuntungan

2026 Diprediksi Minim IPO Jumbo

Budi Frensidy, seorang Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, memproyeksikan bahwa jumlah IPO dengan nilai jumbo pada tahun 2026 tidak akan terlalu banyak.

“Yang besar kemungkinan hanya grup ABC, grup Orang Tua, Inalum, dan beberapa lighthouse lainnya,” ujarnya kepada Kontan.co.id.

Jumlah perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 2026 diperkirakan tidak akan jauh berbeda dari tahun ini. Namun, kualitas perusahaan yang melantai di bursa kemungkinan akan lebih baik.

“Sebab, fokus utama bukan lagi sekadar kuantitas, tetapi perusahaan dengan fundamental yang kuat dan aset atau pendapatan yang besar,” tegasnya.

Ringkasan

Prospek IPO di Asia Tenggara diperkirakan cerah hingga 2026, dengan Indonesia dan Malaysia memimpin aktivitas IPO di kawasan ini pada tahun 2025. Di Indonesia, sektor energi dan sumber daya menjadi primadona, diikuti oleh real estat dan konsumsi. Investor menunjukkan minat besar pada perusahaan dengan fundamental solid dan prospek pertumbuhan jangka panjang.

Meskipun sentimen pasar membaik, investor tetap berhati-hati terhadap tekanan makroekonomi. Pada 2026, diperkirakan tidak akan banyak IPO dengan nilai jumbo, namun kualitas perusahaan yang melantai di bursa diharapkan lebih baik dengan fokus pada fundamental yang kuat. Hingga pertengahan November 2025, terdapat 102 IPO di enam bursa utama Asia Tenggara, dengan total dana yang dihimpun melonjak 53% dibandingkan tahun sebelumnya.

Leave a Comment