IPO Indonesia 2026: Analis Ungkap Prospek Cerah & Faktor Pendorong

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar Initial Public Offering (IPO) di Indonesia menunjukkan sinyal positif dan diperkirakan akan memasuki fase yang lebih menggembirakan pada tahun 2026. Optimisme ini sejalan dengan tren kebangkitan (rebound) pasar IPO di kawasan Asia Tenggara, seperti yang dilaporkan oleh Deloitte pada 18 November 2025.

Sejak awal tahun hingga pertengahan November 2025, nilai total pengumpulan dana IPO di kawasan regional ini mencapai sekitar US$ 5,6 miliar. Angka ini menunjukkan pertumbuhan signifikan sebesar 53% secara tahunan, meskipun jumlah penawaran mengalami sedikit penurunan. Peningkatan nilai IPO ini didorong oleh ukuran IPO yang semakin besar dan kontribusi signifikan dari Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Indonesia, yang secara bersama-sama menguasai lebih dari 83% total dana IPO di Asia Tenggara.

Harry Su, Managing Director Research dan Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, melihat prospek IPO di Indonesia pada tahun 2026 akan semakin cerah. “Peluang IPO di Indonesia tahun depan cukup besar. Tren regional menunjukkan bahwa investor mulai kembali tertarik pada IPO dengan skala yang lebih besar dan berkualitas,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/11/2025).

Harry menjelaskan bahwa pergeseran pola di pasar IPO Indonesia sudah mulai terlihat sepanjang tahun 2025. Terjadi perubahan dari dominasi IPO dengan nilai kecil menjadi lebih sedikit IPO dengan ukuran yang lebih besar.

Data dari EY menunjukkan lonjakan signifikan dalam nilai dana yang dihimpun melalui IPO hingga kuartal ketiga 2025, meningkat hampir tiga kali lipat menjadi US$906 juta, meskipun jumlah transaksi mengalami penurunan. Selain itu, pertumbuhan basis investor domestik yang semakin kuat, mencapai sekitar 19,3 juta SID (Single Investor Identification) per November 2025, menjadi landasan likuiditas yang penting bagi pasar IPO di tahun mendatang.

Menurut Harry, kunci keberhasilan IPO di tahun 2026 sangat bergantung pada stabilitas pasar secara keseluruhan dan kesiapan fundamental dari perusahaan yang akan melakukan IPO (emiten).

“Investor saat ini sangat fokus pada kualitas. Mereka mencari perusahaan yang memiliki profitabilitas yang baik, arus kas yang sehat, dan rencana pertumbuhan yang realistis,” jelasnya. Selain itu, valuasi yang wajar, struktur IPO yang terencana dengan baik, serta kehadiran anchor investor juga dinilai sebagai elemen penting untuk memastikan kelancaran penawaran.

Dari perspektif sektoral, Harry melihat peluang terbesar berada pada sektor consumer goods, healthcare, jasa keuangan, serta energi dan transisi energi yang telah memiliki model bisnis yang mapan. Sektor teknologi tetap menarik, tetapi investor diperkirakan akan lebih selektif dan hanya melirik perusahaan yang telah menunjukkan jalur menuju profitabilitas yang lebih jelas.

Meskipun prospek pasar IPO membaik, risiko tetap perlu diperhatikan. Volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang saat ini berada di level 4,75%, serta ketidakpastian geopolitik dapat menjadi faktor yang membuat emiten menunda rencana IPO mereka hingga kondisi pasar lebih kondusif. Namun, banyak analis memperkirakan adanya potensi penurunan suku bunga pada tahun 2026, yang secara umum akan mendukung aktivitas IPO.

Investor dinilai tetap selektif, tetapi fokus selektivitasnya kini bergeser ke emiten dengan fundamental yang kuat. Rotasi minat ke sektor-sektor defensif seperti consumer goods, healthcare, serta energi transisi dinilai mungkin terjadi seiring dengan membaiknya kondisi makroekonomi.

Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia masih memiliki keunggulan dalam hal likuiditas, terutama karena dominasi investor domestik. Meskipun demikian, persaingan di kawasan ini cukup ketat, terutama dengan Singapura yang semakin agresif melalui reformasi pasar dan skema dual listing SGX-Nasdaq. Malaysia unggul dari sisi jumlah IPO, sementara Vietnam menunjukkan pertumbuhan melalui penawaran berukuran besar di sektor finansial.

“Indonesia tetap sangat menarik untuk tahun 2026, terutama bagi perusahaan yang berbasis pada konsumsi domestik, energi, dan jasa keuangan. Likuiditas investor lokal yang kuat menjadi keunggulan utama,” pungkas Harry.

Ringkasan

Pasar IPO Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2026, seiring dengan tren positif di kawasan Asia Tenggara. Peningkatan nilai IPO didorong oleh ukuran IPO yang lebih besar dan kontribusi dari negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Indonesia. Kunci keberhasilan IPO pada tahun 2026 sangat bergantung pada stabilitas pasar dan fundamental perusahaan yang akan IPO, termasuk profitabilitas, arus kas yang sehat, dan rencana pertumbuhan yang realistis.

Investor akan lebih selektif dan fokus pada kualitas perusahaan, terutama di sektor consumer goods, healthcare, jasa keuangan, serta energi dan transisi energi. Volatilitas IHSG, kebijakan suku bunga BI, dan ketidakpastian geopolitik tetap menjadi risiko yang perlu diperhatikan, meskipun potensi penurunan suku bunga pada tahun 2026 diperkirakan akan mendukung aktivitas IPO. Indonesia tetap menarik karena likuiditas investor lokal yang kuat, terutama bagi perusahaan yang berbasis pada konsumsi domestik, energi, dan jasa keuangan.

Leave a Comment