Muamalat.co.id JAKARTA. Kinerja PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) diperkirakan mampu membaik dengan ditopang aset hunian.
SMRA mengaku kinerja masih ditopang oleh aset rumah tapak. Direktur Utama SMRA, Adrianto P Adhi mengatakan pada tahun 2025, SMRA juga optimistis target pendapatan prapenjualan alias marketing sales sebesar Rp 5 triliun bisa tercapai.
Per September 2025, marketing sales SMRA tercatat sebesar Rp 3,57 triliun per kuartal III 2025. Raihan itu tumbuh 31% secara tahunan dan mencapai 71% dari target tahun ini.
“Tahun ini (marketing sales) paling banyak dari Summarecon Serpong. Masih rumah tapak, karena penjualan apartemen masih belum bagus,” katanya saat ditemui KONTAN pekan lalu.
Sayangnya, Adhi tidak memaparkan target kinerja di tahun 2026 lantaran diakui masih dalam penyusunan.
Namun, segmen pengembangan properti akan berkontribusi sebesar 70% ke pendapatan secara keseluruhan. Sisa 30% berasal dari recurring income.
Laba Bersih SMRA Merosot 41,39% pada Kuartal III-2025, Cermati Rekomendasi Analis
Sebagai gambaran, pendapatan neto SMRA turun 14,86% secara tahunan atau year on year (YoY) menjadi Rp 6,41 triliun per September 2025, dari sebelumnya Rp 7,53 triliun pada periode sama tahun lalu.
Secara rinci, segmen pengembangan properti menyumbang Rp 3,96 triliun ke pendapatan per September 2025. Lalu, segmen properti investasi berkontribusi Rp 1,72 triliun dan segmen lain-lain Rp 722,38 miliar.
Pengamat Pasar Modal, Reydi Octa melihat kinerja SMRA di tahun 2025 lebih lemah dibandingkan peers properti lain yang masih menunjukan penjualan yang stabil dan bertumbuh, terutama yang fokus pada segmen landed house (rumah tapak).
Jika dilihat dari laporan keuangan terakhir, SMRA mengantongi laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih sebesar Rp 549,57 miliar per kuartal III 2025, merosot 41,39% YoY dibandingkan pada kuartal III-2024 yang mencapai Rp 937,75 miliar.
“Namun, SMRA masih mencatat marketing sales yang bertumbuh, menunjukkan adanya permintaan yang belum hilang sepenuhnya,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (19/12).
Analis BRI Danareksa Sekuritas Abida Massi Armand melihat kinerja SMRA sepanjang tahun 2025 relatif middle-pack dibanding emiten properti besar lain.
Sebagai perbandingan, kinerja SMRA lebih baik dari PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dalam aspek penjualan aset hunian dengan harga di atas Rp 5 miliar. Namun, masih di bawah PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dalam diversifikasi lokasi, fleksibilitas pembiayaan KPR, serta strategi peningkatan return on equity (ROE).
Marketing sales SMRA hingga September 2025 juga tercatat sejalan dengan target perseroan di tahun ini. Namun, ketergantungan pada insentif PPN DTP masih tergolong tinggi, sehingga momentum pertumbuhan tidak sekuat peers yang lebih resilient.
Summarecon Agung (SMRA) Suntik Modal Rp231,83 Miliar ke Anak Usaha
Kinerja SMRA pada kuartal IV pun berpotensi lebih baik secara musiman didukung perpanjangan insentif PPN DTP hingga akhir 2025. “Namun secara tahunan, kinerja SMRA di tahun 2025 lebih ke arah stabilisasi, serta kecil kemungkinan bisa melampaui kinerja di tahun 2024 secara signifikan,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (19/12/2025).
Prospek dan Rekomendasi
Reydi melihat, beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja SMRA pada kuartal IV secara positif adalah pemasukan dari mal dan hotel, serta pembukaan proyek baru di area Serpong dan Bekasi yang mendorong penjualan akhir tahun 2025.
“Tetapi ini mungkin belum cukup kuat untuk mengangkat kinerja 2025 yang lebih tinggi dari 2024. Sebab, pada tahun 2024 sempat ada efek dari insentif PPN dan penjualan yang lebih tinggi,” tuturnya.
Abida melihat, kinerja SMRA di tahun 2026 diproyeksikan mendapat dukungan dari pergeseran permintaan ke segmen premium dengan harga Rp 5 miliar, serta kontribusi recurring income yang berpotensi relatif kuat di kisaran 43% yang mampu membantu meredam volatilitas marketing sales.
Sentimen positif utama berasal dari stabilnya permintaan kelas atas dan valuasi sektor yang masih diskon terhadap real net asset value (RNAV). Sementara, sentimen negatifnya adalah ketergantungan pada insentif PPN DTP, konsentrasi geografis, dan lemahnya katalis makroekonomi dari suku bunga.
Summarecon Agung (SMRA) Tarik Modal Summarecon Investment Property Rp 300 Miliar
Divestasi aset di Bali berpotensi menjadi katalis jangka pendek bagi neraca dan likuiditas jika valuasi menarik.
Asal tahu saja, SMRA menjual aset miliknya yang berlokasi di Bali kepada PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA). Anak usaha SMRA, PT Bukit Permai Properti, diakuisisi BUVA dengan nilai Rp 536,28 miliar pada November lalu.
Secara rinci, SMRA melepas 335,27 juta saham PT Bukit Permai Properti milik PT Summarecon Bali Indah (SBI) senilai Rp375,45 miliar dan 143,56 juta saham PT Bukit Permai Properti milik PT Bali Indah Development (BID) senilai Rp160,77 miliar.
Selain itu, BID juga melego 50.000 saham kepada PT Nusantara Bali Realti, anak usaha BUVA, senilai Rp53,63 juta.
“Namun secara fundamental, divestasi aset ini bukan game changer, bahkan berisiko negatif jika mengurangi pipeline pertumbuhan jangka panjang,” tuturnya.
Abida pun merekomendasikan beli untuk SMRA dengan target harga Rp 800 per saham. Ini mencerminkan valuasi SMRA yang masih atraktif di tengah fundamental yang membaik dan recurring income yang solid.
“Meski bukan top pick sektor, SMRA tetap menarik sebagai value play defensif di properti, dengan upside bergantung pada realisasi pre-sales premium dan arah kebijakan suku bunga 2026,” katanya.
Praktisi Pasar Modal sekaligus Pendiri WH-Project William Hartanto melihat, pergerakan saham SMRA bergerak konsolidasi cenderung menguat dengan level support di Rp 380 per saham dan resistance Rp 402 per saham. William pun merekomendasikan beli untuk SMRA dengan target harga Rp 402 – Rp 412 per saham.
Summarecon (SMRA) Catat Marketing Sales Rp 3,57 Triliun per Kuartal III 2025