Muamalat.co.id , JAKARTA — Menjelang penawaran umum perdana (IPO) PT Super Bank Indonesia Tbk. atau Superbank, analis memberikan penilaian terkait prospeknya.
Analis RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya mengatakan bahwa prospek pertumbuhan bank digital ini memang menarik, tetapi investor perlu mencermati beberapa risiko fundamental yang masih mengemuka.
Pertama, profitabilitas Superbank dinilai masih berada pada tahap awal. Meski bank berhasil membalikkan posisi rugi menjadi laba Rp20 miliar pada paruh pertama 2025, tingkat pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) masih berada di kisaran 1% hingga 2%.
: Superbank IPO, Daftar Emiten Grup Emtek Milik Eddy Sariaatmadja Makin Panjang
Kondisi ini membuat valuasi penawaran yang berada di rentang 2,3 kali sampai dengan kali 2,8x price-to-book value (PBV) menuntut keyakinan investor terhadap lonjakan profitabilitas dalam beberapa tahun ke depan.
“Profitabilitas masih tahap awal, ROE masih rendah, sehingga valuasi PBV 2,3–2,8x membutuhkan keyakinan investor pada lonjakan laba,” kata Andrey dalam risetnya, Selasa (25/11/2025).
: : Superbank Ungkap Risiko Ketergantungan Mitra hingga Singgung Potensi Dampak Merger Grab
Kedua, percepatan ekspansi kredit ke segmen ritel dan UMKM membawa risiko eksekusi serta risiko kredit yang perlu dikelola secara ketat. Dengan pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 30% secara tahunan, kualitas underwriting dan kemampuan bank menjaga tingkat gagal bayar akan menjadi titik krusial saat portofolio semakin membesar.
Selain itu, Superbank akan masuk ke pasar yang kian kompetitif. Sejumlah bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO), PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI), dan PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) telah lebih dulu menghadapi dinamika valuasi yang fluktuatif, seiring perubahan sentimen investor terhadap sektor perbankan digital.
: : Superbank Tetapkan Rasio Dividen 85% Usai IPO, Perdana Ditargetkan 2029
Dengan kombinasi valuasi premium, profitabilitas yang masih awal, serta tantangan persaingan dan risiko kredit, analis menilai disiplin eksekusi menjadi faktor kunci yang menentukan apakah Superbank mampu memenuhi ekspektasi pasar pasca-IPO.
Adapun, Superbank tengah bersiap melantai di Bursa Efek Indonesia melalui penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) dengan membidik dana hingga Rp3,06 triliun.
Menurut prospektus yang dipublikasikan Selasa (25/11/2025), Superbank berencana melepas maksimal 4,40 miliar saham baru atau setara dengan 13% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
Setiap saham memiliki nilai nominal Rp100 dengan harga penawaran awal (bookbuilding) IPO di kisaran Rp525 hingga Rp695 per saham. Dengan demikian, perusahaan berpotensi mengantongi dana segar sekitar Rp2,31 triliun hingga Rp3,06 triliun. Superbank berencana menggunakan dana hasil IPO sebesar 70% untuk modal kerja dalam rangka penyaluran kredit perseroan.
“Sisanya sekitar 30% dana hasil penawaran umum untuk belanja modal dalam rangka kegiatan usaha perseroan, termasuk namun tidak terbatas pengembangan produk pada pengembangan teknologi informasi yang mendukung pertumbuhan usaha,” tulis dalam prospektus tersebut, Selasa (25/11/2025).
Apabila proses IPO berjalan lancar, perusahaan dijadwalkan melantai di Bursa Efek Indonesia pada 17 Desember 2025 dengan kode saham SUPA.
Sebagai informasi, Superbank merupakan bank digital dengan nama awal PT Bank Fama International. Perusahaan ini berdiri di Bandung pada 1993. Pada awal 2023, namanya resmi menjadi Superbank dan memindahkan kantor pusatnya ke Jakarta dengan kantor cabang di Jakarta dan Bandung.
Superbank memasuki era baru ketika menjadi bagian dari Emtek Group pada akhir 2021, diikuti oleh Grab dan Singtel pada awal 2022, dan KakaoBank pada 2023 sebagai bagian dari konsorsium.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.