Target Defisit Fiskal Meningkat, Ini Potensi Dampaknya ke Pasar Obligasi

Muamalat.co.id JAKARTA. Proyeksi defisit fiskal Indonesia diperkirakan akan melebar menjadi 2,68% pada tahun depan, sebuah indikator yang memicu antisipasi kenaikan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Kondisi ini menempatkan pasar obligasi pada sorotan utama, namun para pakar melihat adanya peluang penguatan.

Ezra Nazula, Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia, optimis bahwa pasar obligasi akan tetap berpotensi menguat. Prediksi ini didasari harapan bahwa imbal hasil SBN 10 tahun masih akan bergerak turun. Faktor pendorong utamanya adalah ekspektasi pemotongan suku bunga Bank Indonesia (BI) pada kuartal keempat tahun ini, sebagaimana disampaikan Ezra dalam keterangan resmi yang diterima Kontan, Rabu (22/10/2025).

Di sisi fiskal, Ezra menggarisbawahi pentingnya dukungan kuat terhadap konsumsi domestik. Dengan pemerintahan baru yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi, konsumsi domestik menjadi krusial mengingat kontribusinya yang mencapai 54% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Peningkatan konsumsi dapat dicapai melalui stimulus, namun langkah ini berpotensi memperlebar defisit fiskal jika tidak diimbangi dengan penerimaan pemerintah yang memadai.

Lebih lanjut, pelebaran defisit ini secara alamiah akan berujung pada peningkatan penerbitan SBN. Namun, Ezra menilai bahwa pelebaran tersebut masih bisa dikelola dengan baik. Pemerintah diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara penerbitan obligasi pemerintah dalam mata uang asing dan terus memupuk minat tinggi terhadap obligasi ritel yang menunjukkan permintaan yang kuat. Dukungan lain datang dari peningkatan likuiditas perbankan, yang juga dapat berperan sebagai penyeimbang potensi kenaikan pasokan obligasi.

Komitmen pemerintah untuk menjaga defisit fiskal di bawah batas 3% dari PDB adalah kunci utama. Apabila target ini terpenuhi, rating Indonesia akan tetap stabil, membuka pintu bagi masuknya kembali investor asing ke pasar finansial Tanah Air. Koordinasi yang erat antara pemerintah dan Bank Indonesia juga dipercaya akan menjadi pilar penopang stabilitas pasar di masa mendatang.

Menganalisis lebih dalam, Ezra juga menyoroti perbedaan imbal hasil (spread) antara SBN tenor pendek 5 tahun dan tenor menengah 10 tahun. Spread ini masih cukup lebar jika dibandingkan dengan rata-rata satu tahun terakhir, mengindikasikan potensi penyempitan dengan pembentukan kurva “bullish flatten.”

Data terbaru dari Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) memperkuat pandangan ini. Pada Selasa (21/10/2025), imbal hasil SBN 10 tahun tercatat di angka 5,92%, menurun tipis dari 5,95% sehari sebelumnya. Sementara itu, imbal hasil SBN 5 tahun juga menunjukkan tren serupa, berada di posisi 5,28% setelah sebelumnya 5,32%.

Leave a Comment