Muamalat.co.id – JAKARTA. Nilai tukar sejumlah mata uang Asia masih menunjukkan tren pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menuju akhir tahun 2025.
Berdasarkan grafik pergerakan mingguan, pada Jumat (28/11/2025) yen Jepang (USD/JPY) terus tertekan hingga kembali melemah signifikan ke kisaran 156,36, sementara won Korea Selatan (USD/KRW) juga melemah menuju 1.470,59.
Rupiah bergerak di level Rp 16.628 per dolar AS setelah sempat melemah hingga April 2025.
Adapun yuan China menjadi pengecualian, di mana setelah melemah hingga April 2025, mata uang tersebut berbalik menguat dengan USD/CNY turun ke 7,0766, meski masih berada pada level yang relatif lemah.
Simak Berikut Kriteria Saham Incaran Danantara
Kata Founder Traderindo.com, Wahyu Laksono, tekanan yang melanda valas Asia ini tidak semata mencerminkan pergerakan indeks dolar (DXY) yang cenderung melemah, tetapi lebih mencerminkan faktor internal kawasan dan dominasi fundamental ekonomi AS.
Sikap hawkish The Federal Reserve yang mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama membuat yield obligasi AS tetap menarik dan memicu arus modal keluar dari negara-negara Asia.
Dari sisi fundamental, melemahnya valas Asia juga dipicu data ekonomi regional masing-masing negara yang kurang bertenaga.
China menghadapi perlambatan ekonomi, tekanan sektor properti, dan risiko deflasi yang membebani yuan serta menekan sentimen kawasan. Jepang pun bergerak lambat dalam menormalisasi kebijakan moneternya, membuat kesenjangan imbal hasil dengan AS tetap lebar.
Indeks dolar AS (DXY) pada Jumat (28/11/2025) pukul 19.04 WIB sudah kembali melorot ke level di bawah 100, yakni 99,748. Meski DXY berada di bawah 100 karena penguatan beberapa mata uang G10, dominasi dolar AS terhadap mata uang Asia tetap kuat, sejalan dengan ekspektasi pasar bahwa The Fed baru akan memangkas suku bunga setelah inflasi benar-benar terkendali.
Menurut Wahyu, koreksi nilai tukar Asia atau penguatan terhadap dolar AS diperkirakan mulai terlihat menjelang akhir 2025 dan berpotensi berlanjut lebih kuat pada paruh pertama 2026.
Dipengaruhi Berbagai Sentimen, Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.675 per Dolar AS
“Prospek tersebut ditopang ekspektasi sikap The Federal Reserve yang lebih dovish, termasuk pemangkasan suku bunga yang lebih agresif apabila inflasi dan pasar tenaga kerja AS menunjukkan pelemahan konsisten,” jelas Wahyu kepada Kontan, Jumat (28/11/2025).
Sementara itu, Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menyebut bahwa ke depan tekanan dari dolar AS akan agak mereda, terlebih keyakinan investor yang tinggi bahwa the Fed akan memangkas suku bunga di bulan Desember.
Di luar faktor dolar AS, pergerakan mata uang Rupiah dan KRW tentunya tergantung pada sentimen domestik dari kebijakan pemerintah dan bank sentral masing-masing.
Tetapi JPY masih kesulitan dan akan didukung oleh intervensi fisik maupun verbal. CNY diperkirakan juga tidak akan menguat lebih lanjut karena hal ini juga tidak diinginkan pemerintah China, selain itu data-data fundamental ekonomi China sendiri tidak cukup mendukung penguatan lebih lanjut.
“Untuk saat ini mata uang Asia masih belum menjanjikan,” ujar Lukman.
Lebih lanjut Lukman memproyeksi pada awal tahun 2026, JPY tanpa intervensi akan melewati 160 dengan mudah, namun diperkirakan akan ditahan di kisaran 150-160 per dolar AS. Kemudian CNY diperkirakan akan ditahan di atas 7,00 hingga 7,10 per dolar AS. Ada pun KRW diproyeksi bergerak di rentang 1.450-1.500 per dolar AS serta rupiah diproyeksi bergerak di rentang Rp 16.500-Rp 16.800 per dolar AS.
Ada pun Wahyu memperkirakan pergerakan USD/JPY dalam jangka pendek diperkirakan masih berada di rentang 152–158, dalam jangka menengah, yen berpeluang menguat ke kisaran 145–155 seiring pelemahan dolar AS.
Kemudian Untuk CNY diperkirakan stabil dalam jangka pendek pada rentang 7,03–7,10, dan berpotensi menguat menuju 6,95–7,05 pada awal 2026 seiring pulihnya ekonomi China.
Sementara won KRW diproyeksikan bergerak di kisaran 1.435–1.485 dalam jangka pendek dan menguat menuju 1.380–1.450 dalam jangka menengah, didorong pemulihan sektor teknologi.
Adapun rupiah diperkirakan tetap dalam rentang ketat Rp16.350–Rp 16.750 dalam jangka pendek, mengikuti pola intervensi Bank Indonesia dan meningkatnya permintaan valas akhir tahun.
Pada awal 2026, rupiah berpeluang menguat bertahap ke kisaran Rp 16.000–Rp 16.500, sejalan dengan tren carry trade yang menarik dan potensi penurunan suku bunga The Fed.