Muamalat.co.id JAKARTA — Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan pelemahan signifikan terhadap sejumlah mata uang utama pada Rabu, 17 September 2025, menyusul keputusan penting dari Federal Reserve. Bank sentral AS ini memangkas suku bunga acuan sebesar 0,25 poin persentase dan sekaligus memberi sinyal kuat akan melanjutkan tren pemangkasan hingga akhir tahun ini.
Pelemahan dolar AS ini langsung tercermin di pasar keuangan. Data perdagangan menunjukkan euro menguat 0,2% terhadap dolar, mencapai level $1,1894. Sementara itu, tekanan terhadap dolar semakin terasa di pasar Asia, dengan dolar AS tercatat melemah 0,5% terhadap yen Jepang, bertengger di posisi 145,78 yen per dolar.

Dilansir dari Reuters pada Kamis, 18 September 2025, tren pelemahan dolar ini merupakan respons pasar yang cermat terhadap keputusan The Fed. Kebijakan ini menekankan prioritas utama dalam menjaga stabilitas pasar tenaga kerja di tengah indikasi perlambatan ekonomi yang mulai terlihat. Para investor cenderung melihat pemangkasan suku bunga ini akan mengurangi imbal hasil aset berbasis dolar, sehingga memicu perpindahan modal dan menekan nilai mata uang tersebut terhadap euro dan yen.
: BI Pangkas Suku Bunga, Rupiah Ditutup Apresiasi ke Rp16.437 per Dolar AS
Dalam pernyataan resminya, The Fed mengemukakan adanya perubahan risiko terhadap mandat ganda mereka, yaitu menjaga stabilitas inflasi dan lapangan kerja. Fokus utama kini beralih pada kekhawatiran akan perlambatan di pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan pergeseran prioritas dalam kerangka kebijakan moneter mereka.
“Pertumbuhan lapangan kerja telah melambat, dan tingkat pengangguran meningkat,” demikian bunyi pernyataan yang dikeluarkan oleh Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), menyoroti kondisi terkini yang mendasari keputusan mereka.
: : Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini, Rabu 17 September 2025
Meski demikian, keputusan pemangkasan suku bunga ini tidak bulat. Stephen Miran, gubernur baru Federal Reserve yang sebelumnya menjabat di Gedung Putih, menyatakan penolakannya. Miran justru mendorong pemangkasan suku bunga yang lebih agresif, sebesar 0,5 poin persentase, menunjukkan pandangan yang berbeda mengenai langkah yang diperlukan untuk menstimulasi ekonomi.
Proyeksi terbaru dari The Fed mengindikasikan bahwa masih akan ada dua kali pemotongan tambahan, masing-masing sebesar 0,25 poin persentase, dalam dua rapat kebijakan terakhir tahun ini. Ini memberi sinyal kuat kepada pasar bahwa fokus bank sentral kini bergeser secara substansial. Dari sebelumnya mengelola risiko inflasi akibat perang dagang di era pemerintahan Trump, kini perhatian utama beralih pada kekhawatiran akan pertumbuhan ekonomi yang melemah dan potensi lonjakan pengangguran.
: : Kurs Dolar AS BCA, BRI, Mandiri, dan BNI Hari Ini (17/9) saat Rupiah Dibuka Menguat
Proyeksi ekonomi terbaru bank sentral memperkirakan inflasi di akhir 2025 akan berada di angka 3%, yang masih jauh di atas target ideal 2%. Namun, ada sedikit optimisme terkait pertumbuhan ekonomi, yang diperkirakan akan naik tipis ke 1,6% (dari proyeksi sebelumnya 1,4%), sementara tingkat pengangguran diperkirakan akan tetap stabil pada proyeksi 4,5%.
Dibandingkan dengan proyeksi yang dikeluarkan Juni lalu, ancaman stagflasi kini dinilai telah berkurang. Pejabat The Fed tampaknya semakin yakin bahwa pemotongan suku bunga yang lebih cepat dapat menjadi langkah efektif untuk menahan potensi lonjakan pengangguran, sembari memproyeksikan bahwa inflasi akan melandai secara bertahap pada tahun depan.
Ringkasan
Pada tanggal 17 September 2025, nilai tukar dolar AS mengalami pelemahan signifikan terhadap mata uang utama seperti euro dan yen. Hal ini dipicu oleh keputusan Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 0,25 poin persentase, disertai sinyal akan melanjutkan pemangkasan hingga akhir tahun.
Keputusan The Fed tersebut merupakan respons terhadap kekhawatiran perlambatan pasar tenaga kerja, meskipun inflasi masih di atas target. Proyeksi The Fed mengindikasikan dua pemotongan suku bunga tambahan di sisa tahun 2025, dengan fokus utama kini beralih dari inflasi ke pertumbuhan ekonomi dan potensi lonjakan pengangguran.