Muamalat.co.id, JAKARTA — Pembukaan pasar saham Indonesia pada Jumat (17/10/2025) diwarnai pelemahan tipis pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang bergerak di level 8.119,35. Namun, di tengah koreksi minor ini, sejumlah saham berkapitalisasi jumbo justru menunjukkan kekuatan dengan kenaikan yang signifikan, menarik perhatian investor. Saham-saham seperti AMMN, BBCA, DSSA, dan UNVR terpantau menguat.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada pukul 09.02 WIB tercatat turun 0,07% atau 5,40 poin, bergerak ke posisi 8.119,35. Sepanjang sesi awal perdagangan hari ini, indeks sempat menyentuh level terendah 8.118,28 dan mencapai posisi tertingginya di 8.140,59.

Dinamika pasar saham pagi ini menunjukkan 211 saham bergerak menguat, 183 terkoreksi, dan 206 stagnan. Adapun kapitalisasi pasar agregat mencapai Rp15.222,75 triliun.
: IHSG Peluang Rebound: Saham LSIP, MAPI hingga INDY Jadi Pilihan
Beberapa saham dengan kapitalisasi pasar jumbo yang menjadi penopang kenaikan IHSG antara lain PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) yang melesat 1,58% ke Rp8.050 per saham. Disusul oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dengan penguatan 0,34% menuju Rp7.325. Tidak ketinggalan, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) naik 0,26% ke level Rp115.300 per saham, dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) menguat 0,25% mencapai Rp1.990 per saham.
: Peluang IHSG Sentuh Level 9.000, Ini Motor Penggeraknya
Namun, di antara saham big cap, beberapa juga mengalami tekanan. PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) terkoreksi 0,53% ke Rp14.075 per saham, sementara PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) turun 0,51% menjadi Rp9.750 per saham.
Dari jajaran top gainers hari ini, PT Puri Global Sukses Tbk. (PURI) mencatatkan performa gemilang dengan lonjakan 21,17% menuju Rp332 per saham. Diikuti oleh PT GTS Internasional Tbk. (GTSI) yang melonjak 14,58% ke Rp110 per saham.
: IHSG Ditutup Bertenaga, Saham Bank Jumbo BBCA, BBRI Cs Kompak Kinclong
Sebaliknya, daftar top losers dipimpin oleh PT Martina Berto Tbk. (MBTO) dengan koreksi tajam 14,97% menjadi Rp284 per saham. Kemudian ada PT Jhonlin Agro Raya Tbk. (JARR) yang juga anjlok 14,85% menjadi Rp4.300 per saham.
Tim riset Kiwoom Sekuritas Indonesia memproyeksikan IHSG berpotensi melanjutkan technical rebound, meskipun penguatan yang terjadi diperkirakan masih terbatas. Penting untuk menjaga level support psikologis 8.000 guna membendung potensi tekanan jual yang lebih dalam.
Sebelumnya, IHSG berhasil mengakhiri tren pelemahan tiga hari berturut-turut pada perdagangan kemarin, ditutup menguat 0,91% atau 73,58 poin ke 8.124,76. Kenaikan ini didominasi oleh sektor Healthcare (+3,25%) dan Transportasi (+2,10%), meskipun sektor Teknologi dan Infrastruktur masih menunjukkan pelemahan. Riset Kiwoom menekankan, “Usaha kenaikan IHSG saat ini masih bersifat technical rebound. Hari ini akan menjadi penentu apakah indeks dapat bertahan di atas MA10 sekitar 8.160 atau justru kembali bergerak sideways di rentang 8.130–8.030.”
Pergerakan IHSG juga tak lepas dari pengaruh sentimen global. Bursa Wall Street pada hari Kamis ditutup melemah, tertekan oleh isu perbankan regional dan eskalasi ketegangan dagang antara AS–China. Indeks Dow Jones turun 0,65%, S&P 500 melemah 0,63%, dan Nasdaq kehilangan 0,47%. Meskipun S&P 500 telah menguat 12% secara year-to-date, kekhawatiran atas potensi risiko kredit tersembunyi dari laporan kerugian bank regional tetap membayangi.
Fokus pasar juga tertuju pada kebijakan moneter Federal Reserve menjelang rapat FOMC pada 29 Oktober. Di tengah antisipasi ini, yield Treasury 10 tahun turun 6,9 bps menjadi 3,976%, sementara Dolar AS melemah tiga hari berturut-turut terhadap mata uang utama, membuat rupiah relatif stabil di kisaran Rp16.565 per dolar AS.
Dari sisi domestik, sentimen positif muncul dari rencana Presiden Prabowo Subianto untuk merampingkan jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari sekitar 1.000 menjadi 200–240, demi peningkatan efisiensi yang signifikan. Sementara itu, data utang luar negeri Indonesia per Agustus 2025 menunjukkan angka US$431,9 miliar, naik 2% year-on-year, dengan rasio terhadap PDB sebesar 30%, yang masih dinilai berada dalam batas aman.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.