JAKARTA – Di tengah gairah pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menunjukkan pergerakan yang menarik dan kontradiktif. Hingga akhir Agustus 2025, IHSG telah menanjak signifikan sebesar 10,6%. Namun, di balik rekor penguatan ini, sejumlah investor institusi, khususnya reksa dana, justru mencatatkan penurunan substansial pada nilai aset saham mereka.
Data terbaru dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada Agustus 2025 mengonfirmasi fenomena tersebut. Nilai aset reksa dana yang ditempatkan di pasar saham mencapai Rp667,84 triliun, anjlok 20,07% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan Rp835,61 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Tak hanya itu, porsi dana pensiun dalam kepemilikan saham juga mengalami koreksi, merosot menjadi Rp229,39 triliun dari angka sebelumnya Rp263,13 triliun.

Menanggapi tren ini, Direktur Batavia Asset Management, Eri Kusnadi, memberikan pandangannya. Menurutnya, penurunan nilai aset reksa dana saham ini tidak serta-merta mengindikasikan bahwa investor institusi sedang berbondong-bondong keluar dari pasar saham. Ada dinamika yang lebih kompleks di balik angka-angka tersebut.
“Investor yang masuk dan keluar pasar memiliki jenis yang berbeda. Demikian pula, saham-saham yang mengalami kenaikan dan penurunan berasal dari kategori atau jenis yang tidak sama,” jelas Eri pada Rabu, 23 Oktober 2025. Pernyataan ini menunjukkan adanya pergeseran preferensi atau strategi investasi di kalangan pelaku pasar.
Sejalan dengan itu, Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto, menambahkan bahwa pemicu utama penurunan nilai reksa dana saham adalah pelemahan pada indeks LQ45. Ia menjelaskan bahwa manajer investasi (MI) secara umum memang cenderung mengoleksi saham-saham likuid blue chip yang tergabung dalam indeks LQ45. Fakta ini diperkuat dengan kondisi indeks LQ45 yang masih menunjukkan pelemahan 2,46% sejak awal tahun, sangat kontras dengan IHSG yang justru menguat 15,15% per 22 Oktober 2025.
Namun, tidak semua investor institusi mengalami nasib serupa. Data KSEI justru memperlihatkan bahwa institusi finansial dan asuransi berhasil memanfaatkan momentum booming pasar modal. Institusi finansial mencatatkan kenaikan nilai aset secara signifikan, melonjak menjadi Rp801,85 triliun dari sebelumnya Rp725,8 triliun. Demikian pula, sektor asuransi juga menunjukkan pertumbuhan, dengan nilai aset meningkat dari Rp258,31 triliun menjadi Rp264,33 triliun.
Selain institusi finansial dan asuransi, geliat investor individu juga patut diperhitungkan. Kontribusi mereka terhadap pasar modal menunjukkan peningkatan yang luar biasa, melejit dari 14,52% pada Agustus 2024 menjadi 17,59% pada Agustus 2025. Angka ini mengindikasikan pertumbuhan partisipasi investor individu yang sangat signifikan dalam setahun terakhir.
Sementara itu, performa IHSG secara keseluruhan terus menunjukkan dominasinya. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berhasil mencetak penguatan 1,49%, menembus level rekor tertinggi (all time high/ATH) baru di angka 8.274,35. Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG sempat berada di level 8.179,88.
Fluktuasi harian IHSG menunjukkan rentang pergerakan yang dinamis. Sepanjang perdagangan hari ini, indeks mencapai level terendah di 8.179,61 dan sempat menyentuh level tertinggi pada 8.292,89.
Penutupan perdagangan IHSG diwarnai dengan aktivitas yang solid. Nilai transaksi yang diperdagangkan mencapai Rp21,04 triliun, dengan volume transaksi mencapai 30,78 miliar lembar saham, serta frekuensi transaksi sebanyak 2,39 juta kali. Dengan demikian, kapitalisasi pasar (market cap) pasar modal Indonesia kini kokoh di angka Rp15.219 triliun.
Disclaimer: Artikel ini disajikan semata-mata sebagai informasi dan tidak dimaksudkan untuk mengajak pembaca melakukan pembelian atau penjualan saham tertentu. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab dan pertimbangan pribadi pembaca. Redaksi tidak bertanggung jawab atas segala potensi kerugian atau keuntungan yang mungkin timbul dari keputusan investasi yang diambil.
Ringkasan
Meskipun IHSG menunjukkan kenaikan signifikan hingga Agustus 2025, nilai aset reksa dana saham justru mengalami penurunan sebesar 20,07% secara tahunan. Menurut Direktur Batavia Asset Management, hal ini tidak serta merta berarti investor institusi keluar dari pasar saham, melainkan adanya dinamika dan pergeseran strategi investasi. Direktur Panin Asset Management menambahkan bahwa penurunan ini disebabkan pelemahan pada indeks LQ45, di mana manajer investasi cenderung mengoleksi saham-saham blue chip.
Namun, tidak semua investor institusi mengalami penurunan, institusi finansial dan asuransi justru mencatatkan kenaikan nilai aset. Selain itu, kontribusi investor individu terhadap pasar modal juga meningkat signifikan. Sementara itu, IHSG terus menunjukkan performa positif dengan mencetak rekor tertinggi baru, didukung oleh nilai dan volume transaksi yang solid.