
Muamalat.co.id, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) menerima penjelasan dari beberapa emiten bank KBMI I terkait volatilitas saham mereka. Tiga emiten bank dengan modal inti di bawah Rp6 triliun mengalami gejolak harga saham dalam sepekan terakhir.
Salah satunya adalah PT Bank Bumi Arta Tbk. (BNBA). Pada penutupan perdagangan Jumat (15/8/2025), saham BNBA turun 3,05% ke level 795 per saham, setelah dibuka di 825 dan mencapai titik tertinggi 830. Meskipun demikian, saham BNBA menunjukkan lonjakan signifikan pada 12 Agustus 2025, mencapai level 850 per saham. Aktivitas perdagangan pun meningkat drastis, mencapai 5,28 juta saham dengan frekuensi 748 kali, jauh berbeda dengan hari sebelumnya yang hanya mencatat 66.600 saham dan 35 kali frekuensi.
Dalam keterbukaan informasi kepada BEI, manajemen Bank Bumi Arta menegaskan tidak memiliki informasi material yang dapat mempengaruhi harga saham atau keputusan investasi. Mereka menyatakan, “Tidak ada informasi/fakta/kejadian penting lainnya yang material dan dapat mempengaruhi harga efek perseroan serta kelangsungan hidup perseroan yang belum diungkapkan kepada publik,” sesuai dengan POJK No. 31/POJK.04/2021 dan Peraturan Nomor I-E: Kewajiban Penyampaian Informasi ketentuan butir poin III.2.1 dan IV.2.1 Lampiran keputusan direksi PT BEI Kep-00015/BEI/01-2021. Manajemen juga menyatakan ketidaktahuan akan aktivitas signifikan dari pemegang saham tertentu (sesuai POJK 11/POJK.04/2017) dan tidak memiliki rencana aksi korporasi dalam waktu dekat yang berdampak pada pencatatan saham di BEI.
PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk. (PNBS) juga memberikan penjelasan serupa kepada BEI terkait volatilitas sahamnya. Manajemen PNBS menyatakan tidak memiliki informasi material yang mempengaruhi harga saham. Meskipun saham PNBS stagnan di level 50 dalam sepekan terakhir, sempat terjadi penguatan hingga level 52 pada 14 dan 15 Agustus 2025, sebelum akhirnya ditutup melemah 3,85% pada perdagangan kemarin.
PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB), emiten bank dengan modal inti sekitar Rp3 triliun, juga merespon pertanyaan BEI mengenai volatilitas sahamnya. Manajemen BBYB menyatakan ketidaktahuan akan informasi material yang mempengaruhi harga saham. Namun, mereka menjelaskan rencana divestasi saham bertahap oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia dan Rockcore Financial Technology Co. Ltd (Akulaku Group), sesuai keputusan RUPSLB pada 15 November 2024. Divestasi ini merupakan konsekuensi regulasi yang membatasi kepemilikan grup nonkeuangan hingga maksimal 30% pada sektor perbankan, kecuali ada keputusan lain dari regulator. Akulaku berencana melepas saham secara bertahap, minimal 2% per tahun selama maksimal lima tahun, hingga mencapai kepemilikan 30%.
Saham BBYB sendiri mengalami penguatan signifikan sebesar 27,91% dalam sepekan terakhir, mencapai level 330 per saham. Harga tertinggi tercatat pada 13 Agustus 2025 di level 364, sebelum akhirnya ditutup melemah 4,07% pada perdagangan kemarin. Manajemen BBYB menyebutkan penyesuaian kepemilikan saham melalui divestasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, termasuk Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau aksi korporasi lainnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Saham beberapa bank kecil di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami fluktuasi harga signifikan. Bank Bumi Arta (BNBA), Bank Panin Dubai Syariah (PNBS), dan Bank Neo Commerce (BBYB) memberikan klarifikasi kepada BEI bahwa tidak ada informasi material yang mempengaruhi harga saham mereka. BNBA mengalami penurunan harga, sementara PNBS relatif stagnan.
BBYB, meskipun mengalami penguatan signifikan, menjelaskan rencana divestasi bertahap saham oleh Akulaku Group akibat regulasi kepemilikan saham di sektor perbankan. Divestasi ini akan dilakukan secara bertahap, minimal 2% per tahun selama lima tahun, dan dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme seperti Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD).